Dulu saat NKRI baru merdeka, bila mendengar berita, orang meninggal kelaparan sudah biasa . Karena warga normalpun terpaksa harus makan gaplek atau ubi kayu.
Saat ini ketika NKRI berani menepuk dada sebagai negara yang anti krisis, memiliki swa sembada pangan. Bahkan orang lebih sibuk membahas makanan sehat ketimbang makanan junk food yang dianggap tidak sehat. Ironisnya masih ada warga yang hidup dalam kemiskinan, sehingga meninggal dunia karena kelaparan.
Seharusnya pada era menjelang Indonesia naik status, dari negara berkembang ke negara maju, sudah tidak ada kemiskinan di kota besar. Kalau di pelosok Sumatera, Kalimantan, NTT, atau Papua masih memungkinkan karena berada dalam remote area, sehingga luput dari pantauan radar Dibas Sosial.
Bila di kota besar, seperti Medan masih ada warga miskin yang kelaparan, harusnya pejabat Dinas Soaial mendapat teguran keras.
Atau, bisa jadi karena orang yang menjadi korban malas berusaha, merasa gengai bila harus meminta bantuan orang lain.
Pada hotel-hotel mewah atau restoran mewah saya sering melihat sisa makanan tidak habis, tersisa di meja tidak tersentuh oleh tamu.
Sebaiknya Dinas Sosial atau LSM yang peduli pada warga marjjinal, meluangkan waktu berkoordinasi dengan pihak hotel atau restoran untuk menyalurkan makanan sisa. layak makan. Juga toko- toko kus (bakery) yang hingga pada saat gerai tutup, roti yang tidak laku bisa dikumpulkan oleh Dinas Sosial atau LSM yang siap membagikan kepada warga marjinal.
Juga banyak konglomerat atau pengusaha kaya yang tidak tahu harus berderma kepada siapa. Dinas Sosial dan LSM wajib menerima dana bantuan, membagikan kepada warga marjinal, serta membuat laporan yang transparan penggunaan dana bantuan.
Mestinya konglomerat dan orang kaya akan rela berderma, bila laporannya transparan dan sampai ke tujuan. Badan hukum harus mengawasi dengan tegas, agar bantuan untuk warga marjinal ini tidak diselewengkan.
Bila sistem bantuan dapat dikelola secara transparan. Tragedi orang meninggal karena kelaparan pasti dapat ditiadakan.
Masalahnya, adanya kemauan untuk melaksanakannya, dan mendata titik-totik kemiskinan warga baik di kota besar maupun prdalaman. Bila warga berniat tulus mmbantu, semestinya tragedi kemanusiaan dapat diantisipasi.
Bila Afrika sudah mulai bangkit dari kelaparan, semestinya hal ini tidak boleh terjadi di Indonesia. Bantusn sosial harus diperhatikan, dan tidak dibagikan hanya pada saat Pemilu saja, Pilpres maupun Pilkada.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H