Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Diskusi Meja Panjang Bahas Sastra Horor

1 Agustus 2024   05:00 Diperbarui: 1 Agustus 2024   05:02 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peserta diskusi (dokpri)

Jumat 26 Juli 2024, ruang Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) di Gedung Ali Sadikin lantai 4, Taman Ismail Marzuki  Cikini, Jakarta Pusat, dipadati sekitar 100 peserta dari 70 orang yang mendaftar. Entah topiknya yang menarik, entah narasumbernya yang jadi magnet.

Diskusi Meja Panjang umumnya diadakan di lantai 5, yang lebih santai dan pengunjung boleh merokok. Sedangkan di lantai 4 tampak lebih formal, lebih rapi, karena ruangan ber AC maka dilarang merokok.

Setelah dibuka oleh MC, maka dilakukan pembacaan daftar acara, menyanyikan lagu kebangsaan "Indonesia Raya", disusul acara seremonial seperti sambutan dari ketua panitia dan PDS selaku tuan rumah.

Setelah acara seremonial selesai, dilakukan pembacaan bio data narasumber, pembicara pendamping, pembahas, dan moderator. Tanpa menunggu lama, Yon Bayu Wahyono selaku narasumber utama mempresentasikan tentang sastra horor. Meski ringkas, karena satu minggu sebelumnya peserta sudah menerima materi diskusi berupa buku, peserta lainnya menerima dalam bentuk dokumen digital (file pdf).

Yon memberikan contoh yang masih hidup di dalam masyarakat Jawa (karena Yon kelahiran Cilacap), yaitu sesajen, yang diletakkan di bawah ranjang bayi, dimana tujuannya diberikan untuk ari-ari bayi yang dianggap sebagai Sandra kembar yang hidup di alam lain.

Yon secara lugas menyatakan bahwa horor bukanlah sekadar upaya pembodohan masyarakat dengan meneksploitasi ketakutan ditambah eksploitasi perempuan, melainkan sebuah budaya. Sehingga tepatnya harus disebut sebagai sastra horor.

Yon juga menunjukkan definisi horor menurut KBBI, Plato hingga Sapadi.

Selain sesajen, banyak aktivitas yang telah menjadi kebiasaan masyarakat Jawa, seperti weton, ziarah kubur, sedekah laut / gunung. Semua kebiasaan ini mencapai puncaknya ketika dilembagakan oleh Sultan Agung.

Adapun contoh horor paling lengkap adalah cerita Calon Arang. Seorang perempuan yang mampu membesarkan anaknya sendiri, tanpa suami. Meski hal ini menjadikan munculnys sirik di masyarakat, sehingga perempuan ini dianggap meniliki ilmu hitam.

Dalam menanggapi horor, sebaiknya kita menghargai kepercayaan orang lain tanpa kita harus percaya.

Jadi kesimpulannya, sastra horor adalah karya fiksi berbahasa kebudayaan tradisi dengan unsur menakutkan, seram dan supranatural, dan terbebas dari stereotipe horor seperti yang dipahami selama ini.

Dianggap tidak logis, kelas rendah dan tidak bergengsi.

Ni Made Andani selaku pembicara pendamping lebih condong membahas sisi positif dari sastra horor.

Andani (dokpri)
Andani (dokpri)
Menurut Andani, sastra horor harus sanggup menunjukkan sisi positif untuk menetralisir dan menghilangkan stigma negatif dari horor

Seperti menyorot atau memasukkan hal-hal positif yang bermanfaat bagi pembaca sastra horor, baik secara psikologis, sosial maupun edukatif.

Membangun keberanian dan ketabahan mental. Menambah kewaspadaan Serta menerapkan strategi yang tepat.

Penjelasan ini diberikan contoh langsung 3 karya Andani yang telah di alih wahanakan dari tulisan menjadi film di kanal YouTube.

Sastra horor hendaknya menjadi pembelajaran tentang sejarah dan budaya. Mengajarkan moral dan nilai-nilai kehidupan.

Sunu Wasono sebagai pembahas menyetujui  presentasi Yon, dan menunjukkan satu bukti sastra horor yang sukses tidak lekang oleh waktu, yaitu majalah Penjebar Semangat. Bila majalah Misteri yang dipimpin oleh Yon selama 10 tahun harus gulung tikar, mesti dievaluasi dengan lebih mendasar.

Jalannya diskusi

Setelah penyajian materi diskusi oldh barasumber, seharusnya terjadi diskusi. Namun karena kesalahan teknis, acara diskusi hanya menjadi arena tanya jawab. Jadi melenceng dari tujuan utama sebuah diskusi menjafi sebuah seminar saja.

Hal ini disebabkan, moderator memberikan hadiah parfum bagi penanggap / penanya pertama. Akhirnya suasana menjadi kacau, semua peserta hanya ingin mendapatkan parfum, jadi bertanya tanpa konsep yang jelas. Acara diskusi jadi melenxeng jauh karena tidak terjadi adu argumentasi tentang sastra horor, hanya peserta yang bertanya karena ingin mendapatkan parfum.

Sebaiknya pada pelaksanaan diskusi selanjutnya, parfum hanya diberikan kepada penanggap terbaik.

Pada saat diskusi ada tiga pembacaan puisi yang baik sebagai pengisi jedah acara.

Akhir diskusi

Peaerta kurang memperoleh "insight" dari peserta diskusi.Hanya mengamini presentasi yang disajikan Yon, Andani dan Sunu.

Semoga pada lain kesempatan diskusi dapat dilaksanakan lebih baik.

Peserta diskusi (dokpri)
Peserta diskusi (dokpri)


Majulah dunia sastra Indobesia !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun