Gegap gempita Euro 2024 juga melanda desa yang dekat dengan bandara internasional ini. Bila di kota besar sering diadakan nobar sepak bola, maka di desa Sukatani juga tidak mau ketinggalan.
Dengan memanfaatkan kelompok pesan singkat WhatsApp, para pemuda desa mengumumkan adanya nobar sepak bola.
Sebgian penonton duduk di kursi atau bangku yang tersedia, sisanya duduk lesehan di atas tikar.
Pengunjungnya sekitar 100-150 orang, termasuk pengunjung dari kampung sebelah. Karena pertandingan sepak bola berlangsung di Jerman, yang 5 jam lebih lambat dari WIB. Guna mengusir rasa  kantuk agar dapat menonton dengan baik, rata-rata pengunjung tidur dulu setelah makan malam, dan satu jam sebelum pertandingan bangun, lalu pergi ke lokasi nobar. Di lokasi nobar masih ditunjang kopi hitam seharga 3-5 ribu Rupiah yang dibeli dari pedagang warung yang sengaja buka.
Banyak pendukung tim Spanyol, banyak juga pendukung tim Inggris, termasuk Irvan. Itulah sebabnya secara  tersembunyi sering berlangsung taruhan kecil maupun besar. Dari mulai tebak skor, hingga siapa tim yang menang. Yang menang taruhan biasanya mentraktir makan minum di warung.
Camilan yang ada di warung paling hanya gorengan, misal pisang goreng.
Meski didominasi penonton laki-laki, tetapi ada yang sempat menangis karena jagonya kalah. Bahkan aksi pemain bola masih terus dibahas beberapa hari berikutnya, dan menjadi bahan saling meledek antara pendukung tim yang menang dan kalah.
Bila keesokan harinya harus bekerja, biasanya setelah nobar langsung tidur, dan baru bekerja mulai jam 9 pagi.
Inilah keseruan nobar sepak bola di desa Sukatani. Bagaimana di tempat Anda ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H