Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengenal Alat Simulasi Orientasi Penerbang

26 Juli 2024   05:00 Diperbarui: 26 Juli 2024   05:06 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia aviasi, memang secara statistik memiliki rerata kecelakaan yang relatif lebih rendah, bila dibandingkan dengan transportasi laut dan darat. Namun bila terjadi kecelakaan, hampir dipastikan jumlah korbannya lebih banyak.

Mengapa transportasi udara bisa jarang mengalami kecelakaan ? Karena pilot / penerbang  sengaja disiapkan secara khusus. Selain memiliki surat izin mengemudikan pesawat udara, pilot atau penerbang juga diwajibkan menjalankan pelatihan simulasi, khususnya yang mempengaruhi kondisi tubuhnya.

Saat mengikuti Edukasi Lakespra dari Kompasiana Air, kami sempat diperkenalkan dengan alat penguji orientasi penerbang.

Orientration Trainer ini mampu mensimulasikan kondisi yang bisa saja akan dialami oleh penerbang, seperti harus mendarat di rumput, mendarat di air, terbang dalam cuaca buruk, dan lain sebagainya. Alat ini juga mampu menciptakan ilusi yang sering dialami oleh seorang penerbang saat mengemudikan pesawat udara.

Kondisi-kondisi diluar dugaan ini dapat menimbulkan disorientasi spasial pada penerbang. Maka, penerbang harus dilatih, agar mampu lebih mempercayai peralatan daripada perasaannya sendiri yang mungkin kurang tepat.

Jadi prinsip pelatihan orientasi adalah mengenali kondisi SDO (Social Dominance Orientation), yang meliputi unrecognised,  recognised, dan incapacitating.

Mampu melakukan tindakan benar dan percayai pada instrumen , sehingga menghasilkan keselamatan  selama terbang.

Yang perlu diantisipasi adalah terjadinya disorientasi spasial, yakni ketidakmampuan menentukan posisi, pergerakan, maupun sikap tubuh atau pesawatnya terhadap permukaan bumi dan gravitasi vertical, penerbang terhadap pesawatnya sendiri, maupun pesawatnya terhadap pesawat lain.

Ilusi vestibular. Adanya keseimbangan pada saluran setengah lingkaran dan organ otolith.

Pengujian terhadap ilusi somatogyral, sensasi yang salah terhadap rotasi, akibat salah persepsi terhadap besarnya atau arah dari rotasi sebenarnya.

Graveyard spin, saat penerbang masuk ke manuver spin, awalnya merasa berputar. Jika durasi spin cukup lama, sensasi berputar perlahan menghilang. Dampaknya, saat ingin keluar dari spin, merasa memasuki spin baru ke arah yang berlawanan. Dan penerbang cenderung akan melakukan manuver spin kembali ke arah yang pertama.

Graveyard spiral, saat berbelok durasi lama awalnya merasa berbelok, jika durasi berbelok cukup lama, sensasi berbelok perlahan menghilang. Dampaknya, saat akan mengakhiri manuver berbelok, merasa melakukan manuver berbelok ke arah berlawanan. Resikonya penerbang cenderung mengatahkan pesawat ke arah semula, sehingga sudut belok semakin tinggi dan pesawat dapat kehilangan ketinggian.

Masih ada beberapa ilusi vestibular lainnya, seperti ilusi koriolis, ilusi somatogravc, head up dan head down.

Ilusi visual terjadi ketika terdapat perubahan referensi visual atau tidak adanya referensi visual yang akhirnya merubah persepsi penerbang terhadap posisinya.

Yang tergolong ilusi visual adalah Size Distance Illusion, Shape Consistency Illusion, False Horizon, dan Black Hole Effect..

Alat simulasi ini berupa Basic Orientation Trainer (BOT) untuk ilusi vestibular dan Advanced Orientation Trainer (AOT) untuk ilusi vestibular dan visual. Kami sempat menyaksikan jalannya proses simulasi penerbangan.

AOT (dokpri)
AOT (dokpri)


Dua orang penerbang masuk ke dalam simulator dan pelatih memberikan simulasi berbagai efek yang mewajibkan penerbang memahami resiko yang akan terjadi.

Salah satu efek yang diujikan melakukan pendaratan di bukan landasan normal, melainkan harus mendaratkan pesawat udara di lokasi berair. Kami bersama pelatih menyaksikan melalui layar monitor, dan bila penerbang gagal mendaratkan pesawat dengan mulus, maka terlihat di layar monitor ekor pesawat menabrak bumi, yang artinya penerbang telah gagal dalam simulasi ini.

Instrumen di simulator (dok: Taufik)
Instrumen di simulator (dok: Taufik)

Monitor (dok: Muthiah)
Monitor (dok: Muthiah)


Pelatih lalu memberikan efek yang lain, dan simulasi berlangsung terus.

Dengan melatih orientasi penerbang, maka penerbang akan terbiasa dengan banyak kondisi di luar kondisi normal, sehingga penerbang akan selalu siaga bila mengalami kondisi serupa.

Selain melatih penerbang dalam kondisi sulit, juga dilatih munculnya ilusi akibat berbagai kondisi seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Yang menjalani pelatihan di Lakespra tidak hanya penerbang dari Angkatan Udara saja, tetapi ada juga dari Penerbad, pilot pesawat komersial maupun pilot pesawat angkut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun