Seperti halnya sate dan bakmi, soto cukup terkenal di Indonesia. Apakah soto termasuk kuliner khas Indonesia?
Beberapa soto yang terkenal seperti soto tangkar dari Betawi, soto tauco dari Pekalongan, soto Kuning dari Bogor, soto Sulung dan Ambengan dari Surabaya, dan beberapa jenis lainnya yang dikaitkan dengan nama kota atau daerah, misal soto Semarang, soto Kudus, soto Bandung, soto Madura, soto Banjar, soto Medan, soto Kadipiro (Jogja), soto Esto (Salatiga), soto Padang, soto Sokaraja (sroto), coto Makassar, soto Lamongan, dan soto Betawi. Dan campuran didalamnya, seperti soto babat, soto mie Bogor, soto ayam, soto daging sapi atau kerbau, dan soto ceker.
Pada prinsipnya adalah kuliner berkuah, dengan suwiran atau potongan daging, ditambah bumbu khas daerah seperti kunyit, santan, Â kerupuk merah, tauco, soun, taoge, mie, soun, risol, dan lainnya.
Menurut sejarah dari buku yang ditulis seorang sejarawan asal Prancis, Lombard, sebenarnya asal soto dari Tiongkok.
Asal katanya jao to atau cau do atau chau tu yang mulai populer pada abad 19 di Semarang. Cao do bila diartikan dalam bahasa Indonesia artinya kuliner berkuah dengan potongan daging atau jeroan.
Kita tahu bahwa kota Semarang adalah pelabuhan salah satu tempat Laksamana Cheng Ho mendaratkan kapalnya.
Anak buahnya banyak yang melanjutkan tinggal di Semarang karena menikah dengan wanita lokal. Akibatnya terjadilah akulturasi budaya, termasuk mereka memperkenalkan cau do yang kemudian ditambah kreasi lokal, jadilah soto.
Sedang menurut catatan di museum Belanda, soto dikenal sebagai sup Tionghoa yang dimasak di atas kompor atau tungku ditambah cabe rawit dan kecap dengan pedagang yang diduk di atas dingklik. Menjajakan dari rumah ke rumah dengan pikulan. Mencampurkan mie, bihun, soun, bawang putih, tauco yang disajikan dengan mangkok keramik dan sendok bebek.
Soto yang menggunakan kunyit, dipengaruhi oleh India.
Itulah sebabnya di Semarang sangat terkenal dengan sotonya, seperti soto Bokoran, soto Selan, soto mbak Lien, dan lainnya.