Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Pilihlah Calon yang Mumpuni

12 Juli 2024   05:08 Diperbarui: 12 Juli 2024   05:34 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://wilhughes.artstation.com/projects/BlrR4

Setelah suhu perpolitikan di Indonesia mendingin dengan berakhirnya Pilpres dan Pileg, sebentar lagi akan memanas kembali. Karena segera akan digelar Pilkada serentak. Khususnya untuk daerah strategis, seperti DKJ, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara.

Seperti halnya saat Pileg, partai politik di Pilkada juga banyak mengusung tokoh dengan elektabilitas tinggi. Tentunya dengan kepentingan sgar partai politik memiliki kekuasaan pada daerah yang dimenangkannya.

Agar mendapatkan tokoh dengan elektabilitas tinggi, banyak tokoh kontroversial yang diusung. Bukannya mengusung tokoh yang benar-benar sanggup bekerja untuk memajukan daerah dan masyarakatnya.

Diusungnya tokoh dengan elektabilitas tinggi saja, sangat mengkhawatirkan, karena:

1. Rawan korupsi

Untuk memenangkan sebuah kompetisi sekelas Pilkada tentu membutuhkan banyak dana. Entah untuk sekadar kampanye atau termasuk "penyuapan" kepada pemilih dalam bentuk bantuan sosial maupun serangan fajar.

Butuhnya banyak dana, berakibat harus melakukan pinjaman pada beberapa pihak. Untuk dapat segera mengembalikan pinjaman, membuat seorang pimpinan tidak segan bertindak curang, yakni korupsi. Daerah, negara, dan masyarakat yang akan dirugikan karena hasil pajak yang dikumpulkan dari rakyat akan digerogoti untuk membayar pinjaman selama kampanye, dan berakibat tidak ada perbaikan bagi daerah dan masyarakat.

2. Rawan kolusi

Sejalan dengan kekuasaan yang telah dipegang, karena pemimpin terpilih tidak memiliki kapabilitas memimpin,  timbullah sifat untuk menolong orang-orang disekelilingnya, terjadilah praktek kolusi. Khususnya banyak diciptakan proyek fiktif maupun proyek yang nilainya digelembungkan. Dan semuanya akan menguntungkan orang-orang disekelilingnya. Yang dekat sejak dahulu maupun yang mendekat karena pandai menjilat.

3. Rawan nepotisme

Gejala politik dinasti makin mengkhawatirkan. Pemimpin yang memiliki kekuasaan, segera mengangkat keluarga atau orang terdekatnya untuk memiliki kekuasaan juga. Tujuannya, agar keluarganya tetap sejahtera berkelanjutan, bukan memikirkan keadilan sosial bagi masyarakat.

Agar bahaya laten yaitu KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) tidak membudaya. Mata rantai ini harus diputus. Caranya, pilihlah pemimpin yang benar-benar mumpuni. Pemimpin yang mau bekerja, jujur, dan mengabdi untuk rakyat, tidak menjadi pemimpin untuk memperkaya diri sendiri, keluarga sendiri, maupun mengentaskan orang-orang terdrkatnya.

Pilihlah pemimpin yang tulus berbuat bagi rakyat, untuk orang banyak. Memimpin dengan beretika, agar masyarakat terangkat dari kemiskinan dan menjadi masyarakat yang pandai dan cerdas ditengah kancah dunia yang sangat kompetitif.

Pemimpin yang mampu memperbaiki hukum dengan tegas dan tidak pandang bulu. Berani menindak semua kesalahan dengan tegas.

Sosok pemimpin seperti inilah yang diidamkan masyarakat. Baik yang maju secara independent maupun dimajukan oleh partai politik. Jadi, jangan sekedar mengusung tolkoh dengan ellektabilitas tinggi yang ternyata tidak memiliki niat dan kemampuan untuk mengabdi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun