Untuk pemilihan kata, Eko berusaha maksimal menggunakan bahasa Indonesia baku yang terdapat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Eko selalu berusaha menghindari penggunaan bahasa asing atau daerah, kecuali terpaksa.
Selain kosakata, bisa juga memasukkan masalah politik, matematika, nama suku di Indonesia, nama pejabat publik, nama pemain olahraga, dan sebagainya sebagai info baru.
Inspirasi dalam membuat TTS dari membaca, sehingga memperoleh istilah-istilah baru, dengan harapan pengisi TTS dapat mengetahuinya pula.
Pekerjaannya membuat TTS makin bertambah sejak Kompas menerbitkan buku TTS Pilihan. Karena selalu menjadi best seller dan cetak ulang.
Jujur diakuinya, membuat TTS untuk Kompas Minggu jauh lebih update, sedangkan pada buku TTS Pilihan sering terjadi jeda antara saat TTS dibuat dan buku diterbitkan, misal ada pertanyaan nama Menteri, tapi Menteri baru terjadi reshuffle.
Menurut Eko, hobi mengisi TTS tidak hanya mencegah pikun, tetapi membuat orang bersosialisasi. Misal, bila sudah buntu, saat mengisi TTS dapat bertanya ke teman atau tetangga, atau sesama penggemar TTS. Sikap positif ini meningkatkan solidaritas.
Sebagai akhir kata, Eko berharap hobi mengisi TTS disukai tidak saja oleh generasi baby boomers, melainkan dapat terus dilanjutkan oleh generasi millenial, Z maupun Alpha.
Selesai Eko berkisah mengenai pengalamannya membuat TTS Kompas, acara dilanjutkan dengan peluncuran buku TTS Kompas Pilihan ke-23 dari salah satu manager Kompas kepada Dwiweko. Dan buku TTS Kompas Pilihan ke 23 ini sudah dapat dibeli di toko buku.
Kemudian semua hadirin main mengisi TTS secara berkelompok per payung, yang harus dikerjakan pada waktu tertentu. Terdapat 4 kelompok dan dipilih 2 kelompok sebagai kelompok tercepat dan pengisi paling tepat.
Dalam acara ini terbukti hadirin yang semula sama sekali tidak saling kenal dapat saling bekerja sama dalam mengisi TTS. Ada yang berpikir, ada yang bertanya pada paman Google.