Setelah bulan April mengambil tema perempuan sehubungan bulan April terkait dengan lahirnya R.A. Kartini, bulan ini, Juni, Gagas RI memilih topik terkait dengan lahirnya Pancasila.Â
Kebetulan tiga Presiden Republik Indonesia juga lahir pada bulan Juni, Soekarno, Soeharto, dan Joko Widodo. Acara tapping Gagas RI ke 9 diadakan bertepatan dengan peringatan wafatnya Presiden RI pertama, 21 Juni.
Acara tapping Gagas RI yang biasa dilakukan malam hari, kali ini dilakukan pada siang hari. Karena siang hari, kuota Kompasisna sebanyak 20 seat tidak dapat terpenuhi. Padahal biasanya kuota 50 seat. Mungkin banyak Kompasianers yang masih aktif bekerja, sehingga tidak dapat meninggalkan aktivitasnya di tempat kerja.
Uniknya kali ini didominasi oleh komunitas Kopaja71, komunitas Kompasianers yang beraktivitas di Jakarta. Empat dari enam pendaftar berasal dari Kopaja71, masih ditambah satu orang dari Kopaja71 yang mendaftar langsung ke Kompas TV.
Tetapi acara tapping cukup penuh, karena dihadirkan puluhan mahasiwa dari beberapa kampus.
Tema Gagas RI ke sembilan adalah "Panca Sila dan Cinta Tanah Air" dengan narasumber Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta. Dengan moderator Sukidi, dan penanggap Prof. Sulistyowati Irianto dari Universitas Indonesia dan Habib Husein Ja'far Al Hadar penceramah.
Sebagai seorang Uskup, Suharyo berbicara tentang bagaimana menjadi 100% Katolik, dan 100% Indonesia.
Manusia memiliki tubuh dan roh. Tubuh membutuhkan makanan, sedangkan roh membutuhkan imajinasi.
Disebut "menjadi", karena 100% hanya bisa terjadi pada Santo. Sedangkan manusia biasa hanya bisa mencapai kodratnya sebagai manusiawi, bila sanggup menjalankan kesucian dalam cara hidupnya. Yang dihayati dengan kasih. Yang harus dihilangkan adalah  keserakahan.
Hal ini sangat sulit dicapai, karena mengutip dari Mochtar Lubis mengenai 6 sifat manusia Indonesia yang sangat miris.
Padahal cinta tanah air adalah watak yang 100% peduli pada negaranya.
Contoh konkret adalah yang dilakukan oleh  Uskup Semarang, Sugiyapranata dan gurunya van Lith, seorang pastor Belanda dengan jiwa seorang Jawa. Padahal sebagai seorang misionaris seharusnya bersikap sebagai penengah antara pemerintah kolonial dengan pribumi. Namun van Lith justru lebih memihak pribumi (bumi putera).
Tindakan yang dilakukan oleh Sugiyapranata adalah menulis surat kepada Vatican agar mengakui kemerdekaan Indonesia. Dan menunjukkan aksinya turun dari delman di Jogja pada saat Jogja menjadi ibukota sementara Republik Indonesia.
Kedua aksi  Sugiyapranata ini menunjukkan bahwa umat Katolik juga ikut berjuang pada proses kemerdekaan Indonesia.
Bagaimana merawat dan mengembangkan cinta tanah air? Dilakukan dengan merawat ingatan bersama dengan doa untuk tanah air. Khususnya pada tiga peristiwa historis, kebangkitan nasional, sumpah pemuda, dan proklamasi kemerdekaan; dimana ditetapkan Panca Sila sebagai dasar negara. Untuk merawat rasa cinta tanah air, Â harus mengamalkan Panca Sila ke dalam batin.
Dalam tanggapannya Prof. Sulistyowati menyoroti cara menghadapi masalah yang berat. Yang diberikan contoh oleh Uskup Suharyo bahwa kita masih mempunyai harapan dengan adanya creative minority.
Sementara Habib Husein menyoroti tentang bonus demografi bila dilihat dari visit kekatolikan dan tanggapan atas sikap Paus mengundang komedian. Uskup menjelaskan bahwa setiap orang dilahirkan asli, hanya meninggal dunia sebagai fotokopi. Sedangkan komedi dapat membuka wawasan.
Masih banyak cerita dari narasumber, namun sebaliknya tidak dibahas semua disini agar tulisan ini tidak berbau spoiler. Saksikan saja acara Gagas RI di Kompas TV beberapa hari ke depan atau bila tidak sempat menyaksilan langsung dapat melihat melalui kanal YouTube Kompas TV.
Bulan Juni sangat tepat untuk merenungkan bagaimana mencari jalan untuk mencintai Indonesia, demikian pamungkas ceramah Uskup Suharyo.
Uskup Suharyo dan Koaja71 (dok: Andri)
Salam Panca Sila !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H