Seperti kebanyakan keturunan Tionghoa di Surabaya, maka A Fa berdagang kelontong pada sebuah pasar di Surabaya.
Saat berdagang, A Fa dibantu oleh istri dan dua anaknya, A Fu dan A Hui. A Fa masih fasih berbahasa Hok Kian, bahasa daerah yang sering digunakan oleh warga Chindo Surabaya, namun kedua anaknya sudah tudak dapat berbicara, hanya mengerti bila mendengar dialog dalam bahasa Hok Kian.
Menjelang tahun baru Imlek, A Fa memanggil anaknya, agar membeli sepasang pohon tebu untuk diletakkan di belakang pintu rumah  Dengan tujuan akan memperoleh kemakmuran selama tahun berjalan..
Malang rupanya sang anak lupa karena terlalu asyik dengan aplikasi sosial media.
Bulan demi bulan A Fa merasakan bisnisnya makin sepi, sehingga terus merugi. A Fa berpikir keras, kesalahan apakah yang pernah ia lakukan.
Setelah merenung sekian lama, A Fa teringat akan permintaannya pada anaknya. Rupanya kedua anaknya lupa membeli sepasang pohon tebu menjelang Imlek.
Murkalah A Fa, lalu dipanggilnya kedua anaknya. Diingatkan agar lain kali jangan melupakan tradiai.
Kedua anaknya hanya sanggup minta maaf. Akhirnya keluarga ini harus mengalani kerugian besar selama tahun berjalan.
Semoga saat Imlek tahun depan, tidak melupakan tradisi agar kemakmuran selalu menyertai bisnis keluarga mereka. Dari peristiwa ini, Â A Fu dan A Hui menyadari pentingnya melakukan tradisi bila melanggar tradisi ?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H