Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hidup Tidak Harus Selalu di Depan

8 Mei 2024   10:00 Diperbarui: 8 Mei 2024   10:03 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jalan tol (sumber gambar: autofin.co.id)


Bila kita pernah berkendara di jalan bebas hambatan (toll road) tentu akan merasakan pernah menyalip kendaraan lain. Sebaliknya juga pernah disalip kendaraan lain.

Kadang kita terpengaruh emosi, bila kendaraan kita disalip, maka ego kita akan berusaha menyalip kembali kendaraan tersebut. Hingga terjadilah saling memacu kecepatan kendaraan. Bila kendaraan yang menyalip itu kadang dikendarai pula oleh orang yang sifatnya enggan disalip lagi.

Maka terjadilah kondisi saling menyalip, yang bisa membahayakan kendaraan kita maupun kendaraan pengguna jalan lain. Bahkan karena kecepatan yang tinggi, bisa saja terjadi serempetan atau menyerempet mobil lain, sehingga menimbilkan masalah baru. Karena pengendara lain, tentu tidak berkenan kendataannya tergores oleh kendaraan kita.

Biasanya kaedaan saling menyalip akan berhenti, bila salah satu pengendara sudah merasa menang. Padahal kalau kita mau jujur, suatu saat pasti ada lagi kendaraan yang melaju di depan kita.

Seolah tak kunjung habis, satu pengendara berhasil disalip, muncul pengendara lainnya.

Terus menerus hal ini terjadi, dan kita tidak akan pernah bisa selalu menjadi pengendara pertama.

Demikian pula dengan kepandaian, di kampus kita sudah merasa terpandai, namun bila kita bertemu mahasiswa kampus lain. Bisa saja ada mahasisw yang lebih pandai dari kita. Hal ini bisa terjadi saat ada lomba cerdas cermat atau lomba sains maupun saat berkompetisi guna mendapatkan bea siswa studi lanjut maupun mencari pekerjaan.

Demkian pula halnya dengan kekayaan, kekuasaan, kecantikan, ada orang yang lebih kaya, lebih berkuasa, dan lebih xantik dari kita.

Seolah-olah kita akan selalu berlomba, apalagi bila sudah di tingkat kecamatan, kota / kabupaten, provinsi, regional, bahkan antar negara.

Kita seolah selalu bertemu orang yang lebih hebat, sehingga kita merasa lelah dan selalu merasa tegang.

Mari kita kembali ke jalan bebas hambatan
Sebaliknya, bila kita mau bersabar, mengurangi kecepatan laju kendaraan kita akan menemukan ada pengendara lain yang jauh lebih lambat dari kita.

Kesimpulannya bila kita tidak dapat menjadi yang terdepan, sebaliknya kita juga tidak bisa menjadi yang paling lambat.

Jadi, bila kita berhenti bersaing, seolah tidak ada lawan bagi kita. Sebaliknya bila kita bernafsu bersaing, maka seolah-olah lawan ada dimana-mana.

Demikian pula dengan kehidupan, bila kita dapat mengendalikan nafsu kits, maka kita akan hidup lebih santai, dmai, dan bahagia.

Tapi kita harus mengambil sisi positifnya, bila perlu bersaing, bersainglah. Bila kita sudah merasa cukup, nikmatilah hidup dengan santai. Jadi, janganlah selalu bernafu untik menjadi yang terhebat, bijaklah menilai kemampuan diri kita. Maka kita akan merasakan kebahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun