Bicara tentang isu perempuan Indonesia yang paling berperan bagi kemajuan perempuan Indonesia, tak bisa melupakan satu nama Raden Adjeng Kartini.
Itulah sebabnya, tanggal kelahiranya 21 April selalu diperingati dengan Hari Kartini. Memang sifat peringatan masih sering sekedar seremonial saja, seperti siswa sekolah berbusana daerah, lomba memasak oleh laki-laki atau pameran kreasi seni karya perempuan.
KOMiK, komunitas Kompasiana penggemar film juga tak ketinggalan menyelenggarakan kompetisi blog bertemakan perempuan, bisa tentang film, sineas, semuanya yang berbau perempuan.
Bicara tentang film yang mengetengahkan isu perempuan, ingatan saya pasti terbawa pada film "Kartini" yang telah beredar tahun 2017.
Film ini berkisah tentang perjuangan seorang perempuan bernama Kartini, baik di rumah, maupun di masyarakat.
Kartini lahir dalam keluarga ningrat, yang lazimnya banyak mendapat privilege pada era kolonial, khususnya dalam pendidikan.
Namun Kartini tidak menikmati privilege itu, dia justru terenyuh melihat ketidak adilan terhadap perempuan, dimulai dari ibunya, saat dia dipingit, hingga saat dipersiapkan untuk menikah dengan laki-laki ningrat.
Film yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang telah sukses dalam penggarapan film biopic sebelumnya, "Soekarno", dalam film "Kartini" berhasil menampilkan biopic yang apik, lengkap dengan pemain-pemain pilihan dari Dian Sastrowardoyo yang memerankan Kartini hingga Reza Rahadian yang memerankan Kartono.
Dalam film ini, kita mengetahui dalam pingitan, Kartini justru beruntung karena dapat melahap banyak buku, sehingga dia melek literasi. Itulah sebabnya, bila perempuan Indonesia mau maju, jangan malas untuk membaca.
Melalui membaca, pikiran menjadi terbuka secara luas, Kartini mengetahui keterbelakangan masyarakat Indonesia, terlebih perempuan. Itulah sebabnya Kartini minta izin untuk mengambil beasiswa ke Belanda.
Ayahnya paham, bahwa pendidikan itu penting, namun tekanan dari banyak pihak membuat sang ayah enggan mengabulkan permintaan itu.
Sebagai gantinya, Kartini minta izin untuk mendirikan sekolah bagi rakyat kecil di daerahnya. Sang ayah mengabulkan permintaan ini, maka Kartini segera terjun ke desa-desa bersama adiknya, Roekmini dan Kardinah.
Kabar tentang kiprah Kartini ini terdengar oleh Gubernur Jendral di Batavia, sehingga mengirim utusan untuk menyelidiki Kartini. Salah satu isteri utusan itu, Abendanon, sangat tertarik dengan Kartini yang dinilainya bertalenta.Menurut pandangannya, kepandaian Kartini  bahkan melebihi perempuan Belanda, jadi Kartini lebih maju dari perempuan Jawa lainnya. Kartini dinilai berpikir lebih maju di atas daya pikir rata-rata perempuan Indonesia di eranya.
Meski akhirnya Abendanon sudah pulang ke Belanda, ia masih berkorespondensi dengan Kartini. Surat-surat Kartini ke Abendanon berisikan ide-ide cerdas tentang perempuan, sehingga akhirnya diterbitkan menjadi buku dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Kemampuan menulis Kartini patut diteladani oleh kaum perempuan, bila mau sanggup menulis, maka harus rajin membaca, agar pikiran kita terasah, dan kita sanggup memberikan ide-ide baru berdasarkan referensi yang kita baca. Sebagai perempuan jangan melulu berkiblat pada dapur dan perawatan kecantikan saja, tetapi harus diimbangi oleh pendidikan, salah satunya dengan membaca dan menulis.
Pemerintah Hindia Belanda sangat mengkhawatirkan kiprah Kartini memberikan pendidikan kepada masyarakat. Bila masyarakat pandai, mereka bisa memberontak dan hal ini berbahaya bagi eksistensi mereka. Maka mereka menawarkan beasiswa untuk Kartini sekolah di Batavia guna menghentikan kegiatan belajar mengajar pada penduduk desa.
Kartini senang mendapatkan tawaran ini, namun lagi-lagi tidak disetujui ayahnya dengan alasan tradisi, apalagi Kartini sudah dipinang seorang Bupati ningrat.
Kartini yang mencintai ayahnya yang mulai sakit-sakitan, akhirnya menyetujui permintaan ayahnya dengan mengubur cita-citanya. Akhirnya Kartini pun menikah dengan Bupati itu.
Sayangnya, Kartini tidak berumur panjang, tak lama setelah menikah, ia pun meninggal dunia dalam usia muda.
Namun ide-ide Kartini tak pernah padam,
berdasar kumpulan surat-suratnya ke Abendanon yang sudah dibukukan membuka pikiran banyak perempuan Indonesia.
Film "Kartini" (2017) tetap menginspirasi perempua. indonesia meski merupakan remake dari film "Kartini" (1983).
Tak heran, kini banyak perempuan Indonesia yang sudah memiliki kesetaraan dengan laki-laki, bahkan melebihinya.
Di bidang politik, Indonesia telah memilki Presiden psrempuan, juga Bupati, Walikota, dan Lurah serta Menteri. Di bidang kesehatan banyak dokter perempuan. Di bidang pendidikan, dosen, guru, master, dan Doktor perempuan telah banyak tercipta. Di sektor swasta pun, telah banyak perempuan yang sanggup mengampu tugas sebagai Direktur.
Jasa Kartini tidak dapat kita lupakan, film dengan isu perempuan selayaknya lebih banyak diproduksi. Karena telah banyak lahir sineas perempuan, salah satunya Lola Amaria dengan kisah TKW di Hong Kong maupun film kontroversial tentang hilangnya sebuah generasi di Indonesia dalam film "Eksil".
Majulah perempuan Indonesia, jadilah mitra sejajar bagi laki-laki Indonesia guna memajukan Indonesia.
Selamat Hari Kartini.
Data film
Judul: Kartini
Tanggal rilis: 19 April 2017
Sutradara: Hanung Bramantyo
Artis:
Dian Sastrowardoyo
Reza Rahadian
Adinia Wirasti
Christine Hakim
Ayushita
Acha Septiarasa
Djenar Maesa Ayu
Deddy Sutomo
Dwi Sasono
Nove Eliza
Rianti Cartwright
Penata musik: Andi Rianto, Charlie Meliala
Bahasa: Indonesia, Jawa, Belanda
Durasi: 122 menit
Rating: Semua umur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H