Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajar Dari Swiss

15 April 2024   10:00 Diperbarui: 15 April 2024   10:01 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Di Indonesia, pekerjaan sosial sudah ada, namun sifatnya masih berupa volunteer yang probono. Jelas jumlahnya sangat terbatas, sehingga akhirnya menjadi profesi resmi sebagai perawat.

Tentunya karena berbayar, hanya orang kaya atau berduit yang mampu mempekerjakan seorang perawat. Apalagi bila harus dalam waktu 24 jam, maka paling tidak harus mempekerjakan 3-4 perawat, karena mereka harus mendapatkan hak libur.

Nah, persoalannya, bagaimana bila yang memerlukan pekerja sosial atau perawat ini bukan orang kaya? Padahal sanak keluarganya masih harus bekerja mencari nafkah. Apakah orang tua atau orang sakit harus dibiarkan hidup  sendiri?

Solusi akhirnya, biasanya salah satu anak mengalah untuk tidak bekerja. Lalu anak itu merawat orang tuanya dengan dana pas-pasan untuk hidup dengan dirinya, karena harus mengundurkan diri dari tempat kerja. Mengundurkan diri baik-baik, justru tidak mendapatkan sesenpun tunjangan, beda dengan karyawan yang dikeluarkan karena telah melakukan pelanggaran, justru mendapatkan pesangon.

Banyak kasus terjadi pada keluarga miskin dan menengah di Indonesia. Bagaimana cara mengatasinya?

Saya mencoba belajar dari Swiss. Di Swiss terdapat sebuah program bernama "bank waktu". Apakah "bank waktu" itu?

"Bank waktu" adalah waktu yang kita gunakan untuk pekerjaan sosial probono, yang dicatat jumlahnya. Pada saat dibutuhkan, kita dapat menarik dari "bank waktu" berupa jasa petugas sosial yang akan merawat kita secara probono  Tenaga sosial ini terlatih dan pengaturannya dikelola oleh Pemerintah.

Cara bekerjanya, dapat disimulasikan seperti ini. Misal Ali pensiun dari pekerjaannya pada usia 55 tahun. Karena Ali masih sanggup bekerja, maka Ali mendaftarkan diri pada program "bank waktu". Maka Ali mendapatkan pelatihan untuk bekerja sosial, seperti merawat orang tua / sakit. Menemani, mengajak berkomunikasi, mengajak jalan-jalan di sekitar perumahan dan tugas-tugas lain yang biasa dilakukan untuk merawat orangtua / sakit. Termasuk mendorong kursi roda bila yang harus dibantu menggunakan kursi roda, menyuapi saat makan, dan mengganti pakaiannya bila pasien tidak sanggup mengenakan pakaian sendiri.

Misal Ali bekerja 10 tahun, hingga berusia 65 tahun. Jadi, Ali sudah memiliki tabungan pada "bank waktu" selama 10 tahun.

Bila tiba-tiba pada usia 66 tahun, Ali sakit, Ali dapat menghubungi "bank waktu", yang akan mengirimkan pekerja sosial terlatih tanpa membayar srpeserpun, hanya mengurangi jumlah tabungannya pada "bank waktu,".

Sementara pekerja sosial ini juga tidak dibayar oleh siapapun,  ia akan memperoleh tabungan "bank waktu".

Bila dalam setahun, Ali sembuh dan sanggup bekerja sosial lagi, maka Ali akan menambah tabungan "bank waktu" yang dapat digunakan di kemudian hari.

Bila program "bank waktu" ini dapat dikelola oleh Kementerian Sosial, diperkirakan akan banyak orang dari kalangan miskin dan menengah akan tertolong, tanpa harus mengorbankan anaknya yang masih harus mencari nafkah.

Semoga tulisan ini terbaca oleh Kementerian Sosial dan berkenan mewujudkannya. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun