Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Eksil, Punahnya Satu Generasi

29 Maret 2024   10:00 Diperbarui: 29 Maret 2024   10:02 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Kalau ditanya film nasional terakhir yang ditonton, jawabya adalah "Eksil". Film kontroversial buatan tahun 2022 karya sutradara perempuan, Lola Amaria. Terakhir ditonton,  bahkan foto tiketnya masih ada.

Ticket (dokpri)
Ticket (dokpri)


Pembuatan film ini sudah dimulai sejak 2015, tanpa artis, karena film dokumenter panjang ini dilakoni sendiri oleh para eksil yang tersebar di Eropa (Belanda, Prancis, Swedia, Czeko, dan Jerman).

Usia mereka berkisar antara 60-80 tahun, bahkan ada yang meninggal dunia, sebelum film ini dituntaskan.

Saya sebut kontroversial, karena biasanya orang akan malas berurusan dengan masalah yang terkait dengan PKI (Partai Komunis Indonesia). Karena sejak 1965 saat terjadi peristiwa politik, semua orang harus bersih lingkungan, dan berusaha jauh-jauh dari kata PKI.

Bahkan saya sangat beruntung, dapat menonton film ini secara utuh. Karena di beberapa kota di Indonesia dilarang diputar, meski sudah mendapatkan izin resmi dari Lembaga Sensor Film, diperuntukkan bagi penonton yang telah berusia 13 tahun keatas.

Film yang setengahnya berbentuk wawancara, dengan di compile bersama  dokumentasi film dan pengambilan gambar pendek kondisi para eksil di tempat domisilinya sekarang.

Disebut punahnya sebuah generasi, karena para eksil ini tidak semuanya terafiliasi dengan PKI, walau ada. Sebagian besar dari mereka adalah Muslim dan Kejawen. Mereka yang pada tahun 1960-an berusia sekitar 18-25 tahun sebagai kaum muda yang berotak encer tentu sangat tertarik ketika mendapat tawaran bea siswa studi lanjut ke Uni Soviet dan China.

Sama sekali tidak terpikir oleh mereka bahwa setelah studi lanjut selesai, mereka harus terlunta-lunta di negeri orang. Ingin kembali ke tanah air harus menanda tangani dokumen anti Komunis, padahal mereka sebagian tidak mengetahui sama sekali paham ini. Mereka juga kawatir, keluarganya akan terkena bersih lingkungan, dan dapat menjadi sulit kehidupannya.

Film ini diharapkan membuka wacana bagi generasi muda saat ini, bahwa pernah terjadi peristiwa politik yang membuat punahnya sebuah generasi.

Meski semangat hidup mereka masih Merah Putih, namun mereka selalu dicurigai kesetiaannya. Mereka setelah lulus studi lanjut, secara bertahap keluar dari Uni Soviet dan China, pindah ke negara-negara Eropa yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Mereka bekerja sesuai latar belakang pendidikan nya, bahkan bekerja apa saja, seperti penjaga malam atau koki.

Kerinduannya akan tanah air, diwujudkan dengan menanam tumbuhan tropis yang bisa hidup di Eropa maupun membantu menampung mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Eropa.

Dalam keadaan putus asa karena tidak bisa pulang ke Indonesia, akhirnya mereka terpaksa menjadi warga negara Dari negara yang menawari mereka status warga negara. Dengan tujuan memiliki dokumen resmi sebagai orang yang memiliki warga negara agar dapat melakukan perjalanan ke Indonesia.

Begitu mereka berhasil pulang ke Indonesia sebagai turis, mereka juga merasa masih dicurigai, bahkan ada yang harus dideportasi.

Dalam usia yang sudah renta, mereka kebanyakan  hidup sendiri. Mereka setiap hari mengikuti berita tentang Indonesia, negeri yang mereka cintai, namun tidak bersedia menerima mereka kembali.

Yang sangat menggugah hati penonton, mereka tidak bisa menghadiri pemakaman orangtuanya, bahkan saat mereka meninggal dunia masih diperdengarkan lagu "Indonesia Pusaka".

Film ini telah mendapatkan beberapa penghargaan internasional dan banyak didiskusikan di kampus-kampus global. Semoga film ini mampu menjadi dokumentasik tentang punahnya sebuah generasi di Indonesia, dan agar jangan terulang lagi.

Saat ini mereka yang masih hidup masih dalam penantian, dengan cita-cita yang absurd. Lahir di Indonesia dan dimakamkan di Indonesia. Mereka terus menanti dalam sunyi.

Data film

Judul: Eksil

Sutradara: Lola Amaria

Produser: Lola Amaria Production

Durasi: 119 menit

Genre: dokumenter

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun