Seingat saya, artis mulai masuk parlemen pada Pemilu era tahun 2000-an. Sebabnya, karena sebelumnya, pemilih sempat dibuat bingung mau pilih siapa, karena rata-rata nama caleg tidak ada yang dikenal.
Khususnya pada caleg DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten / Kota. Hal ini disebabkan sosialusasi oleh para caleg yang kurang masif, mungkin dikarenakan keterbatasan dana. Apalagi caleg dari kota lain yang dipasang oleh parpol pada sebuah provinsi / Kabupaten / kota, makin tidak dikenal. Paling yang kenal hanya teman separtainya saja.
Parpol yang jeli melihat kondisi ini, lalu berinisiatif mendekati kalangan artis. Diiking-imingi gaji lumayan besar untuk yang terpilih masuk parlemen, baik tingkat kabupaten / kota, provinsi apalagi Pusat. Aktivitasnya juga mudah, sekedar absen dan duduk manis, sudah akan menerima honor besar. Kalau ada aktivitas di luar kota, bisa absen beberapa kali, asalkan jangan terlalu sering, sedangkan pada aktivitas dalam kota, bisa setelah absen, diam-diam meninggalkan rapat.
Pada masa reses, artis jarang sekali yang muncul di dapilnya untuk menjumpai pemilihnya.
Meski ini merugikan bagi pemilih, namun menguntungkan bagi parpol karena berhasil mendongkrak jumlah suara, sehingga memperbanyak jumlah kursi yang berhasil diraih.
Bagi artis, tidak perlu kampanye dengan blusukan ke dapilnya, karena namanya sudah dikenal dan fotonya sudah banyak muncul di televisi atau media lainnya  Pada Pemilu 2024, memang agak susah, karena hanya nama saja yang dicantumkan tanpa foto. Pada Pemilu sebelumnya, pemilih yang bingung, hanya memilih foto berdasar wajah tampan / cantik saja sudah pasti itu attis.
Dan terbukti selama beberapa Pemilu, parpol yang mengajak artis masuk parlemen, mendapatkan jumlah kursi yang signifikan.
Yang dimaksufkan pro kontra pada tulisan ini adalah:
Pro
* Parpol yang senang jumlah kutsinya naik.
* Anggota Legislatif lain yang merasa senang, karena melihat wajah tampan / cantik, wangi dan membuat segar suasana rapat.
* Parpol memberikan bimbingan menjadi legislator pada artis yang ficalonkan.
Kontra
* Hanya beberapa artis yang benar-benar aktif menjadi anggota parlemen. Sehingga parpol yang memanfaatkan tambahan kursi mendapatkan kesan kurang baik.
* Beberapa artis kurang aktif, hanya absen dan duduk manis saja.
* Tidak ada manfaat positif bagi dapilnya.
Alternatif solusi
1. Bila terbukti artis selama menjadi anggota parlemen, hanya absen dan duduk manis saja, apalagi yang sering meninggalkan rapat, harus dilarang ficalonkan pada Pemilu berikutnya.
2. Artis yang menjadi anggota parlemen harus turun ke dapil saat reses, untuk mendengarkan suara pemilih. Bila tidak, harus dilarang ficalonkan kembali.
3. Dipikirkan sistem kampanye yang lebih masif untuk caleg, agar parlemen benar-benar diisi oleh legislator yang bermanfaat bagi dapilnya.
4. Anggaran negara harus digunakan untuk membayar legislator yang benar-bermanfaat bagi negara, paling tidak pada dapilnya. Serta dilarang masih memiliki aktivitas ganda / tangkap.
5. Bila memang terbukti, masuknya artis ke parlemen tidak efektif, harus dilarang pada saat pencalonan.
Semoga Pemilu 2029 lebih menghasilkan caleg bernutu, bukan hanya sekedar vote getter belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H