Tinggal di perumahan di pinggiran Jakarta, kurang enaknya kurang saling mengenal antar tetangga. Bahkan antar tetangga dalam satu RT, sebabnya bukan karena kita sudah berprinsip "Lu Lu Gue Gue", namun karena kami tergolong komunitas 4P (Pergi Pagi Pulang Petang), jadi kami sudah berangkat ke tempat kerja pada pagi buta serta pulang ke rumah pada malam hari. Ini berlaku baik yang menggunakan transportasi umum maupun kendaraan probadi. Kendalanya adalah kemacetan yang parah.
Sedangkan pada akhir pekan kami sudah memiliki acara pribadi masing-masing, entah beristirahat di rumah atau pergi bertandang ke rumah keluarga / teman, atau menghadiri undangan.
Jadi, kesempatan untuk saling bertemu antar tetangga sangat jarang, paling hanya setahun dua kali, yakni pada Acara Halal Bihalal sehabis lebaran dan Tujuh Belas-an.
Kerja nasional Pemilu tiap 5 tahun sekali menjadi wacana bersilaturahmi yang ketiga. Pemuda pemudi sebagian menjadi anggota KPPS, dalam satu blok yang terdiri 4 RT dibagi menjadi 2 TPS, TPS 122 dan 123. Lokasi kami termasuk dapil Banten 3 atau Tangerang Selatan 2.
Lokasi TPS menggunakan halaman parkir masjid, setelah kantor pemasaran menjadi kafe. Hal ini membuktikan toleransi yang tinggi antar warga.
H-1 formulir C-1 atau undangan untuk memilih baru dibagikan, bersamaan dengan persiapan tenda di halaman masjid. Karena di blok kami terdapat 2 TPS, maka letaknyapun bersebelahan. Namun suara panggilan diatur sedemikian rupa agar tidak saling mengganggu.
KPPS mulai membuka TPS pada jam 8.30 WIB meski hujan turun sejak subuh. Pada pagi hari justru sepi, mungkin warga keenakan tidur karena libur dan sejuk udaranya.
Baru sekitar jam 10.00 WIB antrean mulai mengular. Karena ada 2 TPS, sistem yang diterapkan berbeda, pada  TPS yang satu menumpuk surat panggilan, baru dipanggil, sedang TPS lainnya menyerahkan langsung surat panggilan baru mendapatkan surat suara. Pada TPS terakhir jadi tampak ada antrean yang panjang, sementara pada TPS pertama, terdapat tumpukan surat panggilan yang tinggi, pengantre menunggu secara menyebar.
Petugas KPPS dengan sabar menunjukkan surat suara dalam kondisi utuh. Lalu warga menuju bilik suara untuk menentukan pilihannya pada 5 surat suara. Setelah memberikan hak suara dengan cara melubangi pilihan, lalu dimasukkan ke kotak suara, berdasarkan warna yang sesuai peruntukkan, abu-sbu untuk pilpres, merah untuk DPD, kuning untuk DPD RI, biru untuk DPRD Provinsi, dan hijau untuk DPRD Kab / Kota.Â
Selain petugas KPPS, juga terdapat beberapa orang saksi dari parpol peserta Pemilu. Sebelum keluar meninggalkan TPS, warga yang telah memberikan hak suara harus mencelupkan ujung jari kelingking ke tinta sebagai tanda sudah melakukan pencoblosan.
Saat menunggu dan saat hendak pulang adalah kesempatan saling bersilaturahmi, karena antar warga yang jarang ketemu. Outfit warga juga bervariasi, ada yang mengenakan pakaian daerah, busana resmi, busana santai, bahkan baju tidurpun ada. Ada yang berdandan habis-habisan, tetapi juga ada yang asli ala kadarnya.
Kami senang karena dapat saling bersilaturahmi, maka proses pemberian suara juga tertib, tanpa adanya protes, meski harus antre yang cukup panjang dan lama.
Setelah jam 12.00 WIB, barulah warga yang namanya tidak terdaftar pada DPT, dapat melakukan haknya dengan menunjukkan e-ktp.
Pemilu berakhir jam 13.00 WIB. Setelah KPPS beristirahat makan siang, dimulailah perhitungan suara.
Hasilnya sebagai berikut:
TPS 122 jumlah suara sah= 229
01 : 85
02 : 74
03 : 70
Karena diajak teman keluar makan, maka hasil Pemilu TPS 123 belum selesai, juga perhitungan suara legislatif.
Demikianlah suasana Pemilu 2024 yang berlangsung damai dan tertib di Pamulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H