Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Labuhan Bajo sudah cukup banyak, sekitar 800.000 orang. Tahun 2024 target dinaikkan lagi menjadi 1 juta orang.
Kenaikan jumlah wisatawan ini tentunya disebabkan telah dioperasikannya bandara Komodo, dan 5 bandara besar lainnya, El Tari, Ende, Frans Seda, Umbu Mehang Kunda, dan Tambolaka serta 10 bandara kecil lainnya. Disamping paket wisata maritim yang memberikan pengalaman kepada wisatawan untuk tidur diatas kapal selama satu malam.
Keramaian di Labuhan Bajo tentunya juga harus dirasakan oleh destinasi wisata di tiga pulau utama: Flores, Sumbawa dan Timor. Kalau boleh ditambahkan destinasi wisata yang sedang naik daun adalah Sumba.
Membangun bandara baru di 3-4 pulau utama ini tentu akan menghabiskan dana tidak sedikit. Selama ini Indonesia Tengah dan Timur lebih banyak mengandalkan jalur laut, sudah baik, namun waktunya terlalu lama bagi wisatawan yang waktunya terbatas. Solusinya harus ada jalur udara yang lebih cepat.
Karena membangun bandara untuk pesawat besar akan memakan waktu lama dan menghabiskan banyak dana. Sempat terpikir untuk mengoperasikan pesawat Seaplane.
Saya teringat saat menghadiri pameran Indo Defence 2018 di JIE Kemayoran, Jakarta. Saat itu PT. Dirgantara Indonesia Persero (PTDI) sudah memamerkan pesawat seaplane yang sedang dikembangkannya. Semoga tahun ini pengembangannya sudah tuntas, dan tidak terkendala pandemi.
Pesawat dengan type N219 seaplane ini mampu mendarat di perairan, jadi tidak harus membangun bandara. Mengingat wilayah Indonesia Tengah dan Timur belum banyak terjangkau transportasi udara, maka diharapkan dengan pesawat seaplane ini akan merintis transportasi udara yang menghubungkan pulau-pulau di tiga T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal).
Disain pesawat seaplane ini hanya memodifikasi dari pesawat yang sudah ada. Misal N219 tinggal ditambahkan float, agar dapat mengambang dipermukaan air.
Pesawat N219 memiliki kapasitas angkut 2,3 ton dengan kecepatan 210 knot. Juga memiliki rate of line yang tinggi, dapat dioperasikan di kawasan berbukit seperti di Papua, karena mampu menanjak dengan cepat.
Transportasi udara mampu mengatasi transportasi laut yang sangat tergantung pada cuaca, misal ombak yang besar.
Penggunaan pesawat seaplane ternyata juga pernah dilakukan oleh KLM, perusahaan penerbangan Belanda pada 1949, yang berhasil menghubungkan Sabang hingga Holandia (kini Jayapura). Saat itu pesawat seaplane yang digunakan adalah type  PBY Catalina.
Semoga usulan sederhana ini dapat meningkatkan jumlah wisatawan di NTT pada khususnya dan atau Indonesia Tengah & Timur pada umumnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H