Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filosofi Hidup Diidentikan dengan Kereta Api

12 Januari 2024   10:00 Diperbarui: 12 Januari 2024   10:04 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber gambar: Antara)


Saat kita dilahirkan, kita bagaikan menaiki kereta api. Entah kereta api biasa, entah kereta api cepat, LRT ataupun MRT. Hidup kita selalu melalui banyak stasiun pemberhentian, dan berangkat lagi. Mengalami perubahan jadwal perjalanan sesuai pengatur perjalanan kereta api, bahkan mungkin mengalami kecelakaan.

Saat kita masih kecil, sepertinya kita ditemani orangtua kita. Kita tidak pernah ingin berpisah dengan orangtua kita, tetapi secara tidak diduga, tiba-tiba orangtua kita dapat turun dari kereta dan meninggalkan kita. Sementara kita harus terus berjalan.

Demikian pula naik ke gerbong kereta api kita, banyak penumpang lain, mungkin teman sekolah, teman kerja, teman karib, pasangan hidup, anak-anak, keponakan, bahkan mungkin cucu-cucu kita.

Seperti halnya orangtua kita, penumpang baru itu secara tidak terduga dapat saja turun dan meninggalkan kita. Ada yang turun lebih dulu daripada kita, tetapi ada pula yang turun setelah kita nanti turun.

Tanpa kita sadari, kita akan merasakan kekosongan atau rasa hampa, karena turunnya penumpang pada kereta. Meninggalkan kegembiraan, kesedihan, cinta, harapan, kadang penyesalan.

Kita harus mampu berinteraksi dengan baik dengan semua penumpang. Membuat penumpang lain merasa senang dan berusaha memberikan segala yang kita mampu berikan.

Uniknya, kita tidak pernah tahu pada stasiun mana kita akan turun. Karena kebaikan kita, maka penumpang lain juga mengimbangi dengan memberikan kebaikan yang sama.

Saat kita turun, maka kita akan meninggalkan kenangan manis bagi penumpang lain.

Saat kita berpamitan.kepada penumpang lain, kita berharap mereka akan melanjutkan perjalanan sebaik bahkan lebih baik saat kita masih berada di dalam kereta.

Kita hanya dapat berterima kasih atas kebaikan mereka selama menjadi penumpang.

Jadi, tinggalkanlah kenangan terbaik pada seluruh penumpang sebelum kita turun. Kita hanya mampu memberikan kenangan terbaik sebagai teladan.

Itulah kehidupan manusia, yang terus berjalan sesuai petunjuk pengatur kehidupan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun