Lalu kita memasuki ruangan yang memperlihatkan koleksi pembangunan abad 18-19, seperi stasiun, kantor pos, istana Merdeka, Â dan istana Negara.
Kemudian kita memasuki ruang arsip yang sekaligus ruang kerja gubernur jenderal sebagai ruang pengadilan.
Koleksi Museja menampilkan peralatan yang pernah digunakan pada masanya, termasuk pedang keadilan untuk memancung terpidana mati.
Museja juga merekam peristiwa kelam saat terjadi "Geger Pecinan" dimana ribuan orang Tionghoa dibantai oleh VOC karena dituduh memberontak pada tahun 1740. Mayat bergelimpangan di jalan, yang kini dikenal sebagai Gunung Sahari atau dihanyutkan di sungai yang dikenal sebagai Kali Angke (kali bangkai). Orang Tionghoa yang dapat menyelamatkan diri pergi ke Tangerang, Bogor, Cirebon, Bandung, hingga Semarang.
Museja juga mencatat bangkrutnya VOC, yang lalu digantikan oleh Pemerinrah Hindia Belanda.
Mengenai asal usul penduduk Jakarta, pertama ada suku Betawi lalu disusul banyak pendatang yang membuat warga Jakarta menjadi beragam.
Kemudian ada ruangan yang memperlihatkan timeline perubahan nama yang dipakai, mulai dari Sunda Kelapa (abad 3-14), Jayakarta (1527), Batavia (1619), Tokubetshu Shi (1942), hingga Jakarta (1949).
Bagian paling ujung menjelang pintu keluar, terdapat toko yang menjual cindera mata khas Jakarta. Lalu keluar  dan turun menuju ruang bawah tanah, disitulah terdapat penjara pria dan wanita. Pahlawan nasional pria yang pernah dipenjara sebelum dibuang ke Makassar adalah Pangeran Diponegoro, sedangkan pahlawan wanita adalah Tjut Nyak Dhien.
Setelah keluar dari penjara kita akan menyaksikan patung Hermes, dewa perdagangan Yunani yang semula terdapat di ujung Jalan Harmoni.
Pada suatu sudut, kita dapat menikmati kuliner Betawi seperti kerak telor, dan es selendang mayang.