Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Museja, Museum Favorite dengan Pengunjung Terbanyak

24 September 2023   10:00 Diperbarui: 20 Desember 2023   14:19 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indra & Alex  (dok: Steven)

Ketika mulai memasuki area museum, kami pertama kali disambut batu hitam dengan bekas jejak Raja Tarumanegara, Purnawarman dan gajahnya. Koleksi ini hanya replika, aslinya terdapat di Bogor. Koleksi ini terdapat pada ruang jaman pra sejarah.

Lalu banyak temuan purbakala dari daerah Buni Bekasi hingga Krawang. Yang menjadi koleksi masa jaman batu era megalitikum. Manusia sudah tidak berburu lagi, tetapi sudah bertani. Bukti-bukti berupa alat pertanian dan alat memasak.

Dilanjutkan dengan ruang kerajaan Sunda,  yang memiliki kekuasaan yang sangat berpengaruh, sebelum ada kerajaan Cirebon. Hingga ada perjanjian antara Portugis dan kerajaan Sunda.

Perjalanan dilanjutkan ke lantai dua dengan menapaki tangga kayu jati yang sangat kokoh. Di bagian depan lantai dua terdapat jendela balkon tempat Gubernur Jendetal memimpin pelaksanaan hukuman mati. Sebelum hukuman mati dilakukan, selalu dibunyikan lonceng kematian.

Kembali memasuki ruang museum di lantai dua kami menikmati ruang arsitektur Indie yang banyak dibangun pada era 1799-1942, contoh bangunan seperti Istana Negara, Istana Merdeka, Gedung AA Maramis, Kantor Pos Pasar Baru,  Museum Seni Rupa & Keramik, Museum Wayang, dan Stasiun Jakarta Kota (BEOS).

Juga terdapat meja tempat Gubernur Jenderal beserta hakim memutuskan hukuman mati, serta lemari arsip.

Koleksi Museja juga menampilkan perbagai alat ukur, alat makan minum, lemari kayu, sekàt ruangan yang pernah dioergunskan. Bahkan masih menyimpan pedang jeadilan yang pernah digunakan untuk memancung leher terpidana mati.

Juga merekam masa kelam Jakarta, saat dibantainya ribuan orang Tionghoa hingga muncul nama Gunung Sahari, berasal dari tumpukan mayat dan kali Angke, sungai beraroma mayat yang tidak sedap. Akibat peristiwa ini banyak orang Tionghoa melarikan diri ke Tangerang, Bogor, Cirebon, Bandung bahkan hingga Semarang.

Museja juga mencatat tahun-tahun kebangkrutan VOC, hingga ditutup dan digantikan Pemerintah Hindia Belanda.

Terdapat pula bukti-bukti orang Betawi sebagai cikal bakal orang Jakarta, lalu masuknya pendatang.

Kami juga menyaksikan timeline sejarah nama Jakarta, yang semula bernama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta, Batavia, kembali ke Jayakarta hingga Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun