Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kawasan Kota Tua, Ada Gang Virgin

22 September 2023   05:00 Diperbarui: 22 September 2023   05:01 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Indra & Pamelita (dok: Irfan)

Bila pada tulisan sebelumnya, saya telah menuliskan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) dengan wahana barunya, kini saya akan mengulas tentang  Kawasan Kota Tua.

Menurut ketua HPI DKI Jakarta, Indra Diwangkara, wisata di kota Jakarta, minimal harus mengunjungi tiga destinasi utama, yakni Monumen Nasional, TMII dan Kawasan Kota Tua. Indra, adalah seorang pemandu wisata dengan spesialisasi memandu tamu VVIP.

Indra & Pamelita (dok: Irfan)
Indra & Pamelita (dok: Irfan)

Meski Kawasan Kota Tua telah beberapa kali saya kunjungi, namun selalu saja menemukan hal baru yang perlu diulas. Kebetulan hari ini kunjungan kami dipandu oleh Pamelita, pemandu resmi dari Unit Pengelolaan Kawasan Kota Tua (UPK) Jakarta.

Menurut Pamelita, rombongan yang mengunjungi Kawasan Kota Tua, sekarang bisa didampingi pemandu resmi dari UPK asal bersurat terlebih dulu. Tidak ada biaya alias probono, tapi ya kalau puas dengan panduan dari pemandu, jangan terlalu pelitlah memberikan tips. Pemanduan oleh UPK diadakan dua kali sehari, siang dan sore.

Hari ini, kami memilih yang siang hari, agar sore hari dapat digunakan untuk menjelajah salah satu museum. Di Kawasan Kota Tua terdapat paling sedikit 7 museum, yakni Museum Sejarah Jakarta yang orang sering salah kaprah menyebutnya sebagai Museum Fatahillah, Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Bank Indonesia, Museum Mandiri, Museum Bahari, dan Museum Art 3D.

Menurut Pamelita, terdapat 5 macam pilihan destinasi wisata di Kawasan Kota Tua, yakni Pelabuhan Sunda  Kelapa, Pecinan Glodok, Kampung Arab Pekojan, Tembok Kota Batavia dan Gedung Sejarah di Kawasan Kota Tua.

Hari ini kami memilih yang ke 5. Meski titik kumpul ditentukan di Kantor Pos Kota Tua, namun karena panas, akhirnya bergeser ke depan museum Seni Rupa dan Keramik.

Perjalanan wisata jalan kaki (walking tour) diawali dari museum Seni Rupa & Keramik. Mengingat waktu, kani tidak mengeksplorasi museum ini.

Lalu kami bergeser ke arah Kantor Pos Kota Tua yang kini sudah menjadi sentra kuliner. Dengan melalui lapangan Fatahilah, kami melihat replika air mancur, yang airnya untuk menyuplai kawasan Pantjoran. Karena bunyi air menggerojok, oleh warga setempat, yang kebanyakan orang Tionghoa, melafalkan sebagai Glodok. Itulah asal muasal daerah disekitar Pantjoran disebut Glodok.

Museja (dok: Ira)
Museja (dok: Ira)

Kemudian kami membuat foto group di depan museum Sejarah Jakarta (Museja). Kami akan mengunjungi Museja pada bagian ke dua trip ini.

Museja dulunya adalah balaikota (stadhuis) dan kantor Gubernur Jenderal, sekaligus sebagai tempat pengadilan dan pelaksanaan hukuman mati. Sebelum pelaksanaan hukuman mati dilakukan, biasanya dibunyikan bel, dengan tujuan memberitahukan kepada masyarakat agar jangan menentang VOC maupun pemerintah Hindia Belanda. Pelaksanaan hukuman.mati dipimpin langsung oleh Gubernur Jendral yang memberikan perintah dari jendela yang terletak di lantai dua. Hukuman mati dilakukan dengan dua cara, digantung atau dipancung. Di Museja masih tersimpan pedang untuk memancung, yang disebut pedang keadilan. Yang dihukum mati tidak hanya pemberontak pribumi, tetapi juga orang asing. Yang paling sadis adalah pelaksanaan hukuman mati untuk seorang bangsa Jerman bernama Peter Ekberfeld, yang disebut pemberontak, yang tubuhnya diikat lalu ditarik oleh 4 ekor kuda, sehingga tubuh, kepala dan anggota tubuh terpisah. Tempat pelaksanaan hukuman sekitar 1 KM dari kantor Gubernur Jenderal,, kini disebut daerah Pecah Kulit.

Lalu bergeser ke Museum Wayang. Berdasar sejarah, tadinya pernah ada gereja lama (pada gambar-gambar lama, tampak kubah gereja) yang runtuh akibat letusan Gunung Krakatau. Lalu dibangun gereja baru. Juga ada kuburan Gubernur Jenderal Jan Pieter zon Coen, di dalam gereja, yang kabarnya meninggal karena kolera. Mayat Coen kini telah dibawa ke Belanda, hanya terdapat makam kosong di Taman Prasasti. Setelah dibangun gedung serupa di sebelahnya, kini gedung ini difungsikan sebagai museum Wayang. Aneka jenis wayang menjadi koleksi museum ini. Dan kami tidak masuk ke dalam museum.

Dengan melewati Cafe Batavia, sebuah rumah makan premium, yang menyajikan kuliner Belsnda dan Indonesia, kami menyaksikan meriam si Jagur. Sebuah meriam bustan Portugis yang dikirim dari Malaka.  Pada meriam ini terdapat simbol jempol yang terselip diantara jari tengah dan telunjuk. Menurut orang Portugis adalah lambang kesetiaan yang mengingatkan tentara Portugis untuk tetap setia pada istrinya, sedangkan bagi orang Indonesia, simbol itu  berarti sex.

Ada cerita mistis mengenai meriam ini, dulu sebelum di pagar, banyak orang meletakkan sesaji dengan tujuan berdoa agar dikaruniai anak, sambil mengelus-elus tubuh meriam. Apakah ritual ini manjur? Walahualam, kini meriam ini sudah diberi pagar pembatas, sehingga tidak bisa untuk meletakkan sesaji sambil nengelus meriam.

Di dekat meriam juga terdapat prasasti rel trem yang pernah menjadi transportasi di Jakarta, sebelum tidak dioperasikan.

Lalu kami berjalan dan melihat gedung kuno, yang kini menjadi kantor Jasindo dan paling ujung terdapat gedung milik Dasad Musin.

Toko Merah (dok: Ira)
Toko Merah (dok: Ira)

Lalu kami menuju ke arah Kali Besar Barat, yang diseberangnya terdapat beberapa gedung kuno, yang terkenal angker Toko Merah,  gedung ex Standard Chartered,  gedung milik seorang pemuda yang patah hati , karena cintanya ditolak (Singa Kuning), dan Jembatan Budaya. Dari jauh kami.melihat jembatan Kota Intan, yang dulu dapat di naik turunkan bila ada kapal.lewat. Kami juga melewati tiang penanda penurunan tanah di Jakarta dari tahun ke tahun, sehingga muncul keputusan untuk memindahkan ibukota.

Dengan melewati gang "virgin", konon kabarnya dulu terdapat kafe sosialita tempat noniek-noniek Belanda beradu gengsi memanerkan jumlah budak yang dimilikinya.

Dengan melalu gedung Kerta Niaga, kami melalui bagian depan Museum Bank Indoneeia (Mubi), Museum Mandiri, stasiun Jakarta Kota, dan kantor Bank BNI.

Selesailah trip kali ini, sebagian makan siang di New Cafe Batavia, sebagian lagi mencari makan siang di sekitar Kawasan Kota Tua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun