Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Di Baduy Luar Ada Jembatan Akar Satu Abad

10 September 2023   05:00 Diperbarui: 10 September 2023   05:34 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jembatan Akar ( sumber gambar: kedaipena.com)


Beberapa bulan yang lalu, Koteka, komunitas traveler Kompasiana berkolaborasi dengan KPK, komunitas Kompasiana Penggila Kuliner.

Pada kesempatan webinar Koteka Talk 142, Rachmat PY atau yang beken dengan panggilan mas Rahab Ganendra atau boss madyang telah berkenan menjadi nara sumber.

Rahab (dok: Koteka) 
Rahab (dok: Koteka) 

Gana selaku moderator berkesempatan bertanya untuk nenggali apa yang telah mereka lakukan di Baduy Luar.

Rahab bergabung di Kompasiana tahun 2011, bahkan pertama kali  menulis tentang politik atau bermacam genre. Sempat vacuum 2 tahun, aktif lagi setelah ketemu teman-teman Fiksiana, yang mengajaknya menulis cerpen dan puisi. Puisinya muncul hampir tiap hari bersama komunitasnya Ketenger, hingga Rahab diganjar Best of Fiction 2014 pada Kompasianival 2014. Pengalaman yang unik banyak teman yang memintanya membuatkan puisi untuk pacarnya yang sedang berulang tahun.

Saat itu Kompasianival diadakan di TMII. Meski terpilih sebagai Best of Fiction, Rahab malah dihubungi oleh Ella dari Kompasiana yang memintanya menggawangi komunitas kuliner. Mungkin karena di laman Facebook-nya banyak foto kuliner dan Rahab pernah menulis beberapa artikel kuliner.

Saat itu komunitas di Kompasiana belum sebanyak sekarang, paling hanya ada Kampret (komunitas foto), Fiksiana, dan Planet Kenthir

Maka akhirnya Rahab bersama Kang Uddin yang sekarang berdomisili di Jogja, mengelola KPK hingga 2015. saat ini Rahab adalah seorang content creator yang berdomisili di Bogor.

Pada mulanya trip ke Baduy Luar adalah untuk KPK, Rahab ingin nengenalkan cara mengolah kopi Baduy dan mulai mencari nira hingga mengolahnya menjadi gula aren. Tapi proses ini terlalu lama, hingga harus menginap. Padahal kas KPK minim. Maka saat diajak kolaborasi dengan Koteka langsung disambut meski temanya disederhanakan tanpa menginap, yang peting pulang hari.

Pergi bersama 10 orang Kompasianer terpilih dibantu oleh Ednadus dari Koteka naik commuter line ke Rangkasbitung. Lalu melanjutkan dengan sewa angkot menuju Ciboleger. Jalan sudah beraspal, tapi dalam kondisi rusak, sehingga memerlukan waktu 2 jam. Semula yang dituju adalah gazebo atau jembatan bambu yang sering dituju para wisatawan, yang jaraknya sekitar 1,5 KM. Gazebo adalah jembatan bambu yang menghubungkan dua kampung di Baduy Luar.

Saat berbincang dengan Oja, orang Baduy Luar yang pernah dikenalnya, karena Rahab sudah pernah ke sana dua kali sebelumnya. Ada ide untuk pergi ke jembatan akar yang lebih dekat tapi.lebih antik di desa Cikuat, karena tidak perlu melalui gazebo. Akibat jalanan yang ekstreem, rombongan harus jalan kaki di jalan tanah, untung tidak baru turun hujan, sehingga tidak becek. Jadi istilahnya kita harus memiliki lutut yang kuat, karena harus berjalan cukup jauh.

Jembatan akar adalah bambu yang ditopang akar yang dijulurkan, ditumpuk-tumpuk saja, tanpa menggunakan paku. Konon umurnya sudah 1 abad.

Saat mau berfoto di jembatan akar harus antre. Di sekitar jembatan akar, banyak anak Baduy yang menjajakan tongkat @ 5 ribu Rupiah.

Di Kampung Baduy, rombongan sempat menikmati makan siang ala keseharian Baduy, , agar orang kota terpuaskan kerinduan akan makanan kampung, berupa nasi putih, garam, tahu, tempe dan ikan asin. Bagi orang Baduy mengkonsumsi telur dan ayam adalah santapan mewah, hanya ada di pesta-pesta. Makanan disiapkan oleh Vina, istri Oja yang baru melahirkan anak pertamanya.

Anak Baduy setelah berusia 7;tahun pasti diajar menenun. UMKM mereka menjual madu, gula aren, dan kopi, juga buah durian bila sedang musim.

Busana Baduy (sumber gambar: disway.id)
Busana Baduy (sumber gambar: disway.id)


Cara membedakan orang Baduy Luar dan Dalam dari pakaiannya. Orang Baduy Dalam memakai baju putih dan bawah  warna gelap, serta ikat kepala putih  Sedangkan orang Baduy Luar semuanya hitam. Ada busana Baduy Luar yang disebut baju kampret. Untuk kaum perempuan ada busana biru yang dipadukan dengan jarit yang dililit.

Bagaimana sikap orang Baduy terhadap wisartawan? Warga Baduy Luar sangat terbuka, mereka selalu menyambut wisatawan dengan hangat, karena identik dengan rejeki. Warga Baduy Luar sudah mengerti tentang pariwisata, bahkan mereka sudah memasarkan produk UMKM-nya di loka pasar (market place).

Sehelai selendang dengan panjang 2 meter dan lebar 40 cm dibanderol sekitar 60 ribu Rupiah, sedangkan kain tergantung motifnya harga antara 250 ribu hingga jutaan Rupiah  Motif Jakarawi yang paling sulit bisa jutaan Rupiah.

Bagi yang sudah kenal, tinggal telepon atau kirim pesan singkat, pesanan akan dikirim, terutama di kota Jakarta, Bandung, Bogor atau Cirebon.

Untuk memasuki kawasan Baduy Dalam dibatasi, dan dilarang menghidupkan peralatan elektronik, seperti gawai, kamera, dan lain-lain. Sedangkan di Baduy Luar tinggal bayar retribusi 5 ribu Rupiah per orang.

Kawasan Baduy sangat bersih dan masih nenyatu dengan alam. Karena di daerahnya tidak ada kandang hewan, karena mereka tidak memelihara binatang ber kaki empat. Kawasan Baduy dikenal bebas Covid, sehingga mereka tidak merasa mengalami pandemi.

Tertarik ke sana? Yuk, agendakan, tapi periksa dulu lutut Anda, karena Anda harus kuat jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun