Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengenal Dua Desa Wisata di Solo dan Yogya

12 Agustus 2023   20:54 Diperbarui: 12 Agustus 2023   20:57 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Jangglengan (sumber gambar: jawapos.com)


Sore ini, Sabtu 12 Agustus 2023, Koteka, komunitas traveler Kompasiana kembali menggelar webinar Koteka Talk dengan tema "Menyusuri Eksotisme Budaya dan Alam Jateng-Yogya, dari Jangglengan ke Awandaru". Tidak tanggung-tanggung dihadirkan tiga narasumber yang dimoderatori oleh mbak Siti Asiyah, langsung dari Bonn, Jerman.

Desa Jangglengan

Desa Jangglengan, terletak di Kecamatan Muter, Kabupaten Sukoharjo. Merupakan sebuah water front village yang terletak di hulu bengawan Solo.

Semula warga desa merasa desanya biasa-biasa saja, namun setelah mendapat masukan dari wisatawan mancanegara bahwa mereka tertarik dengan keindahan desa ini. Barulah tersadar bahwa Jangglengan memiliki potensi sebagai kawasan wisata alam, petualangan dan agro. Hal ini dikisahkan oleh Sutoyo, kepala Desa Jangglengan yang telah terpilih untuk ketiga kalinya.

Di sini terdapat taman hortikultural yang menyajikan petualangan di desa. Jadi wisatawan diantar dengan jeep untuk memetik sayur dan buah.

Petualangan ini dikawinkan dengan budaya lokal, seperti seni tari dan gamelan. Karena kebetulan ada maestro tari asal desa ini yang telah berpengalaman di Eropa.

Warga desa Jangglengan terkenal senang merantau. Banyak yang bekerja di kapal pesiar, sehingga paham tentang hospitality. Mereka dipanggil pulang, untuk menjadi pemandu wisata, sekaligus melatih warga desa lainnya tentang hospitality sehingga sanggup mengelola honestay dengan arsitektur joglo.

Dibangunnya lokasi wisata di hulu bengawan Solo, karena berkat lagu ciptaan Gesang, nama bengawan Solo telah melanglang buana. Agar wisatawan puas menyaksikan bengawan Solo, di bukit yang terletak di seberang bengawan Solo dibangun sebuah restoran yang dinamai "The Bengawan", juga berbentuk joglo.

Wisatawan dapat menyaksikan bengawan Solo dengan airnya yang jernih dan suasananya yang masih asli.

Agar wisatawan mempunyai pengalaman mengarungi bengawan Solo, dibuatlah expedisi melintasi bengawan Solo dengan speedboat.

Expedisi ini dikaitkan pula dengan sejarah yang berhubungan pada keraton Surakarta.

Di lokasi wisata ini tidak perlu dibuat spot yang instagramable. Karena suasana aslinya sudah sangat indah. Dimanapun wisatawan ingin berfoto suasana pedesaan memperlihatkan keindahannya.

Kedatangan wisatawan mananegara ini juga memberdayakan masyarakat. Warga desa tidak perlu menjual hasil sayur / buah pada tengkulak dengan harga rendah, karena dapat menjual langsung kepada wisatawan dengan harga tinggi. Selain itu juga membantu petani dalam memasarkan kerajinan bambu.

Meski ada pembangunan di sana-sini misal pembangunan kolam renang namun pembangunan wisata dibatasi, agar tidak merusak keaslian alam.

Menerapkan kearifan lokal, budaya sarasehan tiap Sabtu Kliwon atau tiap 35 hari sekali, seluruh warga desa dan warga desa yang berada di luar negeri sebagai diaspora berkumpul dalam sebuah webinar untuk saling berdiskusi guna pengembangan desa. Bahkan ada perantau yang terenyuh akan kemajuan desanya, lalu ikut berinvestasi.

Desa Jangglengan dinobatkan sebagai Desa Digital oleh Sandiaga Uno, Menteri Parekraf RI, sehingga sempat dikunjungi delegasi KTT G20. Sebagai desa cerdas (smart village) Jangglengan telah berhasil menjadi desa wisata berbasis budaya.

Konsultan wisata

Kemajuan desa Jangglengan tidak lepas dari peran Chrisbroto. Meski sempat membantu pengembangan desa di NTT, Chrisbroto akhirnya kembali lagi ke Jangglengan.

Jangglengan berhasil memanfaatkan bengawan Solo sebagai ikon guna menopang kota Solo.

Sebagai konsultan wisata yang banyak menyusun itinerary dari desa ke desa, Chris akhirnya menginisiasi Desa Connection, yang menghubungkan Jateng-Bali-NTT.

Jadi bagi wisatawan pelintas pulau (overland) mereka mendapatkan tema. Tidak sekedar berhenti dua jam di Solo, tetapi menginap di Tawangmangu. Dan langsung ke Malang untuk mengunjungi Bromo.

Chris juga pernah diminta oleh wisatawan mancanegara untuk mencarikan jalur alternatif yang tidak macet, akhirnya dipilihlah jalur pedesaan. Di tengah jalan wisatawan mancanegara malah minta berhenti, berbincang dengan warga desa, bahkan minta diajarkan cara membajak sawah dan menanam.padi.

Melihat animo wisatawan mancanegara ini, akhirnya dibuat paket perjalanan Yogya-Jateng dengan menyusuri budaya alam. Hal ini karena bandara Yogya jauh lebih banyak memiliki jalur penerbangan daripada bandara Solo.

Desa Awandaru

Faksi Dewandaru adalah CEO dari Desa Wisata di tengah hutan, yang terletak di Bantul, Yogyakarta. Salah satu kawasan villanya dibangun dari bahan bekas proyek dari bisnis lainnya, sebagai kontraktor / tukang di seluruh Indonesia, yang disebut kawasan cabin.

Awandaru (sumber gambar: traveling.yuk)
Awandaru (sumber gambar: traveling.yuk)

Jadi Villa Awandaru  didampingi kawasan cabin, seperti villa container cabin yang menggunakan container, dan concrete cabin yang sepenuhnya di cor.

Villanya ini bukan villa dengan harga mahal, hanya sekitar 400-700 ribu Rupiah yang dilengkapi dengan resto dan kedai kopi. Restonya menawarkan menu lokal, seperti garang asem, tumis paru, tumis cumi hitam, sambal goreng lidah, dan lain-lain.

Kawasan villanya dilengkapi dengan fasilitas untuk bermain air dengan senapan air, ayunan, jaring tali, kolam renang, arena bermain skate board, rumah pohon, air terjun buatan, panahan, dan ayunan ekstrim.

Villa dilengkapi dengan kolam ikan koi dari bekas kolam renang.

Juga dilengkapi dengan mini zoo, yang memiliki kambing, kucing, burung, iguana,musang pandan, landak, kelinci dan kura-kura. Lalu juga ada kuda yang bisa disewa untuk keliling kawasan hutan.

Untuk wisatawan lokal tidak dipungut beaya, asal makan atau ngopi.

Diakuinya, semua fasilitas villa lebih ditujukan untuk wisatawan mancanegara  yang lebih senang memilih kamar tidak ber AC karena dianggap lebih alami. Sehingga dibuatlah dua jenis kamar yang ber AC dan yang tidak.

Faksi juga memiliki kesimpulan, bahwa tipikal wisatawan lokal lebih berkelompok, misal bersama  orang tua dan keluarga lainnya. Jadi, harus ada perlakuan berbeda untuk kedua type wisatawan ini.

Demikianlah pengenalan Desa Wisata yang lebih banyak diminati wisatawan mancanegara. Apakah wisatawan lokal juga akan beralih ke trend dekat dengan alam? Waktu yang akan membuktikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun