Dikisahkan juga tentang peran pemuda Tionghoa dalam peristiwa Soempah Pemoeda. Dan penerbitan koran Sin Po oleh orang Tionghoa.
Beberapa ruangan menceritakan kehidupan orang Tionghoa di Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Batavia, Tangerang, Semarang (Oei Tiong Ham), Lasem, dan Bali.
Pada ruangan berikutnya, berkisah tentang adat budaya orang Tionghoa, seperti Capgomeh, kereta jenasah, sembahyang cioko, panjat pinang, dan lomba perahu naga saat Peh Cun.
Kesenian Tionghoa yang pernah muncul, seperti opera Tiongkok, wayang kulit dan wayangÂ
Pada bidang kesenian, ada seni lukis Yin Hua, kebaya peranakan, industri film, lawak, batik peranakan, musik gambang kromong, hingga kuliner yang dipengaruhi orang Tionghoa, sebut saja: kuekhu, bihun bakso dan tahu isi, onde obde wijen, putu mayang, lunpia, bakcang, kue moho, tiong tjioe pia, wedang ronde, laksa, pacar cina, kue lapis, wajik, sate manis dan mie kangkung.
Pada kuseum ini juga diceritakan tentang asal usul sebutan : Cina, China dan Tionghoa.
Karena kami datang terlambat, kami tidak sempat mengunjungi lantai 3. Sebenarnya pada lantai 3 ini dipajang koleksi tentang suku Hakka, juga terdiri tujuh ruangan.
Disekitar bangunan utama, kini banyak bangunan baru, seperti pagoda, museum Cheng Ho, Museum Gus Dur, monumen Khong Hu Cu, monumen peristiwa orang Tionghoa melawan VOC pada peristiwa Huru Hara Kali Angke di Batavia pada tahun 1740, dimana telah jatuh ribuan korban jiwa terbantai, sehingga kali Angke penuh bangkai manusia.Juga terdapat monumen pendeta Tong bersama 3 muridnya, siluman Ikan, siluman Babi dan siluman Kera, taman marga-marga Tionghoa, dan taman dua belas shio dalam penanggalan Tionghoa. Juga banyak gazebo-gazebo berarsitektur Tionghoa dengan taman yang rindang.
Cia yo, ayo semangat, demikian sapaan penuh semangat dari Surikin saat mengakhiri penjelasan mengenai museum Hakka.