Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mengenal Tionghoa Melalui Museum Hakka TMII

11 Agustus 2023   07:00 Diperbarui: 11 Agustus 2023   07:04 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meski tidak tergolong museum baru, namun  museum ini tetap menarik. Khususnya bagi mereka yang ingin mengetahui tentang orang Tionghoa dan suku Hakka Di halaman depan, terdapat gapura seperti yang kita dapati juga di Pantjoran Pantai Indah Kapuk, yang menandakan daerah pecinan.

Ternyata museum berada agak ke dalam, berbentuk bangunan bundar kokoh berwarna kuning pucat, terletak di depan danau, dengan arsitektur Tulou, Fujian, berbentuk seperti benteng tertutup. Terdiri dari tiga lantai. Lantai satu untuk kantor pengelola museum, aula, panggung acara dan dapat disewa untuk tempat acara pernikahan. Lantai kedua berisikan museum Tionghoa di Indonesia. Lantai tiga khusus tentang suku Hakka. Pada ruang yang sangat lega dan luas ini tergantung banyak lampion, namun kesannya tertutup.

Lampion (dokpri)
Lampion (dokpri)
Memang suku Hakka dianggap sebagai pendatang, berbeda dengan suku Han yang lebih menguasai daratan. Suku Hakka tinggal di pulau kecil, kehidupannya susah dan keras, sehingga membentuk karakter mereka menjadi ulet dan berani.

Pada bagian depan, terdapat tulisan yang dibaca 'ngai' yang artinya 'saya', unsur tulisan itu mengingatkan bahwa suku Hakka hidup susah pada sebuah pulau kecil, hanya tanah dan gunung. Karena senang merantau, maka suku Hakka tidak pandai berdagang, melainkan pandai dalam keilmuan. Suku Hakka di Indonesia, dikenal dengan sebutan 'khek'.

"Ngai"  (dokpri)
Kami diterima dengan simpatik oleh pengelola museum Hakka, Surikin Chou. Menurut Surikin, tokoh Hakka yang sangat terkenal dan dekat dengan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno, karena memiliki kesamaan visi, adalah Sun Yat Sen dengan ajarannya San Min Chu I: kebangsaan, kerakyatan dan kesejahteraan, yang disempurnakan oleh Soekarno menjadi Panca Sila.

Dr. Sun Yat Sen meninggalkan profesinya, sebagai dokter, berpolitik dan berhasil menyatukan 56 suku di Tiongkok dengan menghilangkan sistem dinasti di Tiongkok.

Tionghoa di Indonesia

Lantai 2 museum berisikan kiprah orang Tionghoa di Indonesia. Diharapkan melalui museum ini, orang dapat mengenal orang Tionghoa lebih baik dan menghapus stigma negatif orang Tionghoa sebagai predator ekonomi di Indonesia. Ruang museum dibagi menjadi tujuh bagian. Bagian pertama menceritakan sejarah masuknya orang Tionghoa di Indonesia. Diawali oleh I Ching pada abad ke 7, ekspedisi Cheng Ho dengan kapal-kapal layar yang disebut junk.

Dikisahkan juga, orang Eropa berlomba-lomba ke Indonesia karena rempah-rempah. Diawali dari bagsa Portugis, Belanda dan Inggris. Juga dipamerkan peninggalan keramik asal dinasti Ching, Yuan, Ning dan Tang.

Ruangan berikutnya berisikan foto-foto orang Tionghoa dengan pekerjaannya sehari-hari. Pernah menjadi budak, hingga menjadi kuli, kuli tambang, kuli perkebunan, tukang becak, tukang tambal ban, tukang kunci, tukang tambal sepatu, pedagang daging, pedagang keliling, pedagang toko kelontong, toko obat, toko kain dan penjual sup.

Ruang Merah Putih (dok: Ira )
Ruang Merah Putih (dok: Ira )

Lalu pada ruang yang disebut ruang Merah Putih dipajang foto-foto orang Tionghoa yang terlibat dalam pemerintahan Indonesia, seperti Kadir Yusuf, tokoh perfilman dan tokoh olahraga. Juga nama-nama tokoh Tionghoa yang mendapatkan gelar dan bintang kehormatan serta mendapat gelar pahlawan nasional,, misal prof. Hembing dan Laksamana John Lie.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun