Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Warung Tegal

7 Agustus 2023   05:00 Diperbarui: 7 Agustus 2023   06:09 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warteg (sumber: disway.id,)


Warteg alias warung Tegal adalah tempat makan dengan lokasi penjual berada di tengah, dan pengunjung duduk melingkarinya.

Kita jadi teringat pada suasana pada sebuah sushi bar di Jepang atau warung makan di Tiongkok pada film-film silat. Hanya saja disana menyajikan sake dan ciu (Arak China).

Namun ada juga yang seperti setengah lingkaran, penjual di pusat, lalu pengunjung mengelilinginya. Kebanyakan tidak berbentuk melingkar, melainkan kotak.

Menu yang ditawarkan, menu sederhana, seperti sayur, tempe orek, mie goreng, bihun goreng, ikan goreng, tahu dan tempe goreng, telur balado, telur dadar, bahkan ayam goreng. Ada juga yang menyediakan soto ayam atau soto babat. Di kota Tegal nya sendiri tersedia nasi lengko.

Selain menjajakan makanan, warteg juga menjual kopi, teh celup atau minuman dingin, dari kemasan maupun saset bubuk, seperti sejenis Nutrisari.

Dulu warteg terkesan kumuh, namun sekarang sudah memahami kebersihan sehingga ruangan terang dan bersih.

Kalau dulu pengunjungnya hanya buruh bangunan, sekarang sudah meluas hingga orang kantoran hingga anggota DPR.

Mereka yang datang ke warteg, pada umumnya, hanya ingin asal kenyang. Soal cita rasa tidak begitu diperhatikan, yang peting masih mengundang selera.

Ciri khas lainnya adalah menu makanan sudah siap di etalase makanan, sehingga pengunjung tinggal tunjuk atau ketuk lemari kca,seolah-olah menggunakan teknologi touch screen, karena penjualnya langsung mengerti

Citi khas warteg adalah para pengunjung akrab berbicara, berdiskusi bahkan berdebat sambil makan, meski sebelumnya mereka belum saling kenal..Uniknya tiap topik pembicaraan tidak menunggu kesimpulan, tetapi menggantung begitu saja. Karena setelah selesai makan, biasanya pengunjung langsung pulang, tanpa menyelesaikan diskusi.

Misal diskusi tentang capres dan cawapres atau caleg atau partai menjelang Pemilu, mereka saling mengutarakan pendapat atas pemkirannya masing-masing, tanpa ada yang mengambil kesimpulan. Termasuk diskusi tentang harga naik, kelangkaan bbm, tabung gas melon atau minyak goreng, bahkan hingga pertandingan sepakbola.

Pembicaraan bisa dipicu oleh pemilik warteg maupun salah satu pengunjung, lalu yang lain nimbrung.

Hebatnya meski mereka berdiskusi secara fanatik, tidak pernah terjadi saling pukul seperti di parlemen.

Mereka saling mengemukakan pendapat menurut akal sehatnya masing-masing. Itulah sebabnya banyak wakil rakyat yang menyempatkan datang ke warteg untuk mendapatkan informasi dari kaum akar rumput.

Kenapa disebut warung Tegal? Padahal penjualnya belum tentu orang aseli Tegal, bisa dari Madura atau Indramayi atau Tasikmalaya. Meski secara rata-rata pemilik warteg berasal dari Tegal  berdasarkan pantauan mudik Lebaran, dari perusahaan yang menyediakan bus gratis.

Namun bisa juga karena saat kerajaan Mataram menyerbu Batavia, Tegal adalah daerah logistik untuk menyiapkan makanan bagi para tentara. Bisa juga pengalaman nenek moyangnya dalam mengelola makanan menurun ke anak cucunya.

Yang pasti harga makanan di warteg ramah di kantong. Dan di warteglah kita mengetahui denyut nadi kehidupan di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun