Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Ribuan WNI Pindah Warganegara, Apa Sebabnya?

18 Juli 2023   05:00 Diperbarui: 18 Juli 2023   05:02 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Berita yang dilansir oleh Imigrasi tentang adanya ribuan WNI yang beralih warganegara ke Singapura, bagi penulis tidak terlalu mengagetkan. Tentu ada hal yang kurang nyaman di Indonesia, hal ini harus menjadi evaluasi bagi Pemerintah.

Yang justru menjadi pertanyaan, mengapa pindahnya ke Singapura? Dari survei yang dilakukan terhadap warga pengungai (refugee), umumbya mereka pilih pindah ke Kanada atau Australia. Padahal Singapura bukanlah negara yang nyaman baik secara bisnis maupun kehidupan. 

Banyak generasi muda di Singapura justru stress, apatis, egois dan meninggalkan tata krama leluhurnya. Hubungan kekerabatan juga sangat terpisah oleh jurang kehidupan yang cukup lebar.

Pernah pada awal tahun 1990-an disebutkan munculnya generasi kiasu, yang serba tidak mau kalah. Sikap tidak mau kalah bila bersifat positif itu baik, karena memacu orang untuk berprestasi. Namun sebaliknya, sifat ini justru tidak baik bila membuat seseorang harus menghalalkan segala cara guna tidak dapat dikalahkan.

Misal seseorang berhasil mendapatkan promosi menjadi manager, sikap kiasu membuat rekannya memacu prestasi agar dapat menjadi manager juga, ini yang positif. Negatifnya, bila rekannya bergosip tentang keburukan si manager, padahal cerita ini cerita bohong, hanya upaya untuk membuat citra manager itu jadi jelek. Karena rekannya merasa iri, karena kalah bersaing.

Sikap kiasu juga membuat seseorang menjadi konsumtif. Berani berhutang demi membeli sesuatu yang dapat menaikkan gengsinya. Sehingga orang berlomba-lomba untuk disebut 'the crazy rich', yang saat itu ditandai dengan 5C ( daCar, Condominium, Career, Creditn Company).

Persaingan di Singapura memang sangat ketat. Sehingga banyak orang menjadi gila kerja, sehingga mengorbankan hubungan kekeluargaan dengan isteri maupun anak-anaknya, orangtua, apalagi dengan tetangga.

Mungkin dipilihnya Singapura, karena budaya yang masih serumpun, juga secara geografis paling dekat. Jadi, bila merasa rindu ingin menengok kerabat atau keluarga masih dekat. Seperti halnya, orangtua lebih mudah merestui anaknya mengambil bea siswa pendidikan di Australia dibandingkan ke Amerika Serikat atau Eropa.

Harus dibuat studi yang komprehensif, dari ribuan WNI yang pindah warganegara itu siapa dan apa sebabnya.

Bisa saja WNI itu adalah golongan tertentu yang selama ini dipinggirkan, alias diperlakukan tidak adil dan selalu menjadi korban. Masih lekat dalam ingatan golongan tertentu betapa hukum tidak ditegakkan dengan tidak diusutnya tokoh dibalik peristiwa kelam yang pernah mencoreng wajah Indonesia.

Belum lagi ditambah perlakuan tidak nyaman bagi golongan tertentu dalam berusaha. Bila sukses selalu dituduh telah melakukan kecurangan,atau memperoleh fasilitas, mau masuk ke jalur pendidikan tinggi juga dipersulit. Meski untuk masuk ke politik sekarang mulai terbuka.

Bisa juga WNI ini adalah orang-orang yang pernah mengalami kekecewaan karena perlakuan hukum yang timpang di masa lalu, misal penyerobotan tanah, hukum yang tidak adil sehingga menjadi pihak yang dikalahkan (meski merasa benar) dan banyak ketimpangan lain yang dialami di negeri ini.

Mungkin juga WNi yang pindah warganegara ini berprofesi dokter. Banyak berita miring tentang sulitnya dokter lulusan luar negeri untuk bekerja di Indonesia, padahal mereka diterima di Singapura  Memang saat ini sudah terbit UU Kesehatan yang baru, namun masih terjadi kontroversi hingga harus naik ke Mahkamah Konstitusi.

Hal lainnya, kehidupan di Eropa dan Amerika Serikat yang mulai memburuk. Mereka yang memiliki kekayaan cukup ingin hidup lebih tenang dalam negara yang lebih tertib. Khususnya dalam hal penegakan hukum.

Selain golongan tertentu  yang merasa kurang nyaman hidup di Indonesia, Hal yang paling mendasar adalah pendidikan akan rasa cinta tanah air yang  terasa sangat tipis. 

Mata pelajaran civics yang diajarkan dari bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi terasa hanya sebagai hafalan semata. Hanya sebagai mata pelajaran yang harus ditempuh dan lulus. Tanpa penghayatan yang nyata, yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Paling rasa cinta tanah air hanya tampak pada bidang olahraga, saat duta olahraga bertanding melawan pemain negara lain. Warga Indonesia benar-benar menunjukkan dukungannya saat pemain Indonesia berlaga.

Jadi, ungkapan dari Imigrasi ini bukan hanya berita semata, namun harus menjadi peringatan bagi Pemerintah, bahwa nasih ada yang tidak beres di negeri ini. Peran Pemerintah harus berani bertindak tegas, guna melindungi hak seluruh warganegara. Janganlah Pemerintah atau aparat hukum pura-pura tidak tahu, dan baru bertindak, bila ada cuitan atau konten dari sosial media yang viral. Padahal itu hanya sebagian kecil saja yang terungkap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun