Minggu 2 Juli 2023 Koteka, komunitas traveler Kompasiana berkolaborasi dengan Ketapels, komunitas Kompasianer yang berdomisi di Tangerang Selatan dan sekitarnya kembali mengadakan kegiatan wisata luring. Kalau pada Koteka Trip sebelumnya mengunjungi Kudus, Sukabumi dan beberapa tempat ibadah di Jakarta, kali ini destinasi yang dipilih adalah Tebet Eco Park.
Asal mulanya usulan dari mas Ony salah satu admin Koteka yang rumah orang tuanya di Tebet, Jakarta Selatan sering berolahraga di Tebet Eco Park. Usulan ini disambut dengan antusias oleh mbak Denik, Ketua Ketapels, hingga akhirnya kegiatan ini dibahas secara serius hingga sampai ke Jerman, tempat domisili Ketua Koteka, mbak Gana.
Pembahasan langsung deal, dan diumumkan pendaftarannya melalui Temu Kompasiana. Rupanya wisata di dalam kota kurang diminati oleh Kompasianer, entah karena belum tahu atau sudah punya acara lain.
Meski kegiatan ini kolaborasi dua komunitas, ternyata hanya dihadiri sekitar 15 peserta.
Pada Hari H, mbak Denik dan mas Is membawa tikar untuk lesehan di taman. Diumumkan melalui group WA bahwa peserta harus sudah mendaftar dulu diaplikasi Jaki agar dapat masuk ke area taman, ditentukan kita berkumpul di bagian Selatan.
Untuk nenju Tebet Eco Park tidak sulit, bisa melalui KRL atau bus kota / TJ. Penulis dari Tangerang Selatan menggunakan KRL Dua kali transit, di stasiun Tanah Abang dan Manggarai lalu naik KRL tujuan Bogor dan turun di stasiun Tebet. Dari stasiun Tebet ke Taman Eco Park hanya 1,5 km dengan jalan kaki selama 15 menit, melalui jalan Tebet Raya dan Tebet Timur Raya. Letak Tebet Eco Park di jalan Tebet Barat Raya.Â
Sebenarnya lebih dekat dari stasiun Cawang hanya 1 km. Tetapi karena penulis lebih familiar dengan kawasan Tebet tetap memilih dari stasiun Tebet. Sekaligus nostalgia, karena kawasan Tebet adalah kawasan di Jakarta Selatan, yang pertama kali penulis kunjungi, karena rumah paman dan saat wawancara kerja praktek di salah satu kantor perusahaan minyak Prancis.
Rupanya kawasan Tebet sudah banyak berubah. Kalau dulu murni kawasan perumahan dan perkantoran, kini sudah banyak salon, gerai makanan dan minuman, juga sudah ada trotoar yang menguntungkan bagi pejalan kaki.
Setibanya di Tebet Eco Park, teman-teman sudah berkumpul, termasuk narasumber Utami Isharyani.
Selain pikbik di taman kota atau taman urban, kita juga ingin mendapatkan pengetahuab baru, kali ini dari Utami seorang dubber yang juga seorang blogger. Utami ternyata tinggal di Pamulang, sehingga langsung direkrut oleh Ketapels
Acara talk show secara santai dimoderatori oleh mas Is, sehingga Utami mudah menyampaikan pengalamannya.
Pekerjaan dubber adalah mengisi suara, yang pertama kali dikenal Utami saat menonton telenovela. Ketika bertemu seorang teman, Utami mulai memasukkan contoh suara. Tadinya Utami bekerja kantoran sebagai supervisor bagian pelatihan. Setelah contoh suaranya dinilai masuk kriteria, Utami harus menjalani pelatihan selama aetahun lebih gara-gara pandemi. Normalnya hanya setahun.
Setelah dinyatakan lulus, pekerjaan dubber yang pertama kali diterimanya adalah mengisi suara pada film animasi anak-anak. Mengisi suara anak-anak lebih mudah, karena bisa memerankan anak laki-laki atau perempuan.
Kendala saat perekaman masih menggunakan pita, bila ada satu yang salah, harus mengulang semuanya. Kini setelah menggunakan digital lebih nyaman, hanya yang salah yang diulang.
Utami juga pernah berpengalaman memerankan lebih dari satu peran pada waktu yang sama. Ini sebuah tabtangan yang menarik. Seorang dubber dipacu untuk mendalami karakter pemain yang suaranya harus diisinya.
Mengenai pendapatan (income) yang diperoleh banyak jenisnya, tetapi kebanyakan tiap baris kalimat. Meski hanya sekedar desahan atau batuk-batuk. Peran yang sangat nenantang adalah saat harus mengisi suara orang yang sedang mengalami depresi.
Untuk mengisi suara karakter-karakter yang sudah populer seperti Donald Duck harus nenyesuaikan dengan suara animasi tersebut.
Bagi yang ingin berprodesi sebagai dubber, bergabunglah dengan komunitas announcer dubber. Lalu Jaga suara, dengan tidak makan gorengan dan minum es.
Pekerjaan dubber berbeda dengan announcer, tokoh yang diisi suaranya harus dirahsiakan, termasuk kepada keluarga sendiri. Yang paling aman bila sudah mendapat kontrak, karena bila mengisi secara lepas, bisa ditikung oleh dubber lain yang mau dibayar lebih murah.
Inilah pengalaman aebagai dubber yang dikisahkan oleh Utami, semoga nenginapirasi pembaca sekalian, bahwa ada profesi ini
Acara lalu dilanjutkan oleh mbak Denik dengan kuis, permainan yang kalah dihukum membaca puisi atau memerankan getakan, Â Semuanya mendapatkan hadiah.
Acara ditutup dengan pembacaan puisi dengan bahasa Tegal tentang tukang becak. Sebelum kita berpisah, kita menunggu kehadiran mas Ony, sambil menikmati snack yang dibawa secara potluck. Lalu peserta bebas mengeksplore Taman Eco Park.
Ini kisah Koteka Trip 4, bagaimana kisah liburan Anda? Mari berbagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H