Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Upaya Mencegah Anak Putus Sekolah

3 Mei 2023   19:14 Diperbarui: 3 Mei 2023   19:20 1135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ioustrasi (sumber: jabarnews.com)


Di belahan bumi manapun, pendidikan adalah hak mutlak bagi setiap anak Selain guna membekali dirinya dengan ilmu, agar saat dewasa dapat bersaing di dunia kerja. Pendidikan di sekolah juga juga nasih sering dijadikan pendidik utama  bagi anak, karena pada umumnya, orang tua merasa tidak memiliki kemampuan yang memadai dalam mendidik anaknya. Banyak orang tua yang hanya lulusan SD atau SMP merasa guru di sekolah lebih berpotensi dalam memberikan pendidikan.

Itulah sebabnya orang tua acapkali hanya bekerja dan bekerja saja,  orang tua bahkan tidak menyasari bahwa pendidikan budi pekerti sudah dikeluarkan dari kurikulum sekolah. Guru tidak mengajarkan budi pekerti karena tidak ada dalam kurukulum sekolah. Itulah sebabnya pendidikan moral seakan tidak ada penanggung jawabnya. Akibatnya, hasil yang diperoleh anak hanya pandai namun tidak memiliki moral yang baik.

Semua pihak, baik sekolah maupun orang tua tidak mau saling disalahkan, mereka memiliki pembenaran masing-masing. Berntunglah seorang anak yang dilahirkan dari keluarga menengah, orang tuanya selain bekerja masih sempat memiliki waktu untuk mendidik moral anaknya.

Yang menjadi korban justru anak-anak yang dilahirkan pada keluarga miskin atau kaya. Kedua golongan ini orang tuanya hanya bisa bekerja dan bekerja. Orang tua dari keluarga miskin seharian nembanting tulang untuk memperoleh penghasilan untuk beaya hidup dan pendidikan anaknya, demikian pula golongan kaya, orang tua terlalu asyik berbisnis untuk melipatgandakan kekayaannya. Meski sudah kaya, suami isteri bahkan gila-gilaan bekerja, hingga lupa waktu.

Memang yang dari golongan kaya, anak lebih beruntung, kemungkinan putus Sekolah kecil, karena orang tua sanggup mendanai beaya pendidikan. Nah, bagaimana dengan nasib anak-anak dari golongan miskin? Untuk mendapatkan beaya untuk kehidupan sehari-hari agar dapur dapat selalu berasap tiga kali sehari sudah pontang-panting. Belum lagi saat tiba tahun kenaikan kelas, selain veaya pendidikan juga beaya seragam sangat memberatkan.

Itulah sebabnya, pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2022 dilaporkan oleh BPS bahwa telah terjadi kenaikan anak putus sekolah. Ironisnya penurunan ini terjadi di hampir semua lini, baik SD, SMP maupun SMA.

Sekolah-sekolah berbasis agama yang dulu banyak menolong anak-anak dari golongan kurang mampu, kini kondisinya juga nemprihatinkan. Apalagi harus menolong anak kurang mampu, guna menghidupi institusinya sendiri juga sudah kemvang kempis. Bahkan kini banyak sekolah berbasis agama, yang dikenal jadi sekolah anak orang kaya. Karena hanya orang tua yang sanggup membayar uang pembangunan jumlah tertentu yang dapat diterima.

Memang yayasan tidak sepenuhnya disalahkan, namun kesulitan dana untuk mengelola sekolah tidak bisa divenankan sepenuhnya pada yayasan. Memang sudah sering dilakukan subsidi dilang, menarik dana besar dari anak orang kaya, sementara bea siswa diberikan kepada siswa dari golongan kurang mampu.

Namun rupanya cara ini nasih sering kecurian. Subsidi Silang sering tidak mencukupi sehingga berakibat fatal bagi siswa anak kurang mampu yang gagal membayar beaya masuk, yang berakibat anak putus sekolah

Solusi guna mencegah anak putus sekolah, selain ada yayasan yang mengelola beaya pendidikan. Sebaiknya ada bagian dari yayaysan yang khusus nembidangi bea siswa.

Jadi, bagian dari yayaysan ini khusus hanya bekerja dengan data siswa yang kurang mampu. Lalu sebelum kebutuhan dana diperlukan sudah beraksi mencari dana bea siswa, entah berdasar prestasi akademik, olahraga maupun kesenian.. Sumber dana bisa dicari dari orang kaya di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, termasuk alumni. Sebenarnya, banyak pihak yang dengan suka rela membantu bea siswa, asal ada transparansi laporan penggunaan keuangannya

Dengan adanya bagian dari yayaysan yang hanya khusus mengurusi bea siswa, diharapkan kebutuhan dana untuk bea siswa ada yang peduli, sehingga dampak anak putus sekolah dapat dicegah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun