Normalnya, setelah lulus kuliah, lulusan senang bekerja di kantor (Work From Office), baik sebagai karyawan maupun wiraswasta. Kecuali mereka yang memiliki passion unik, seperti seniman, artis atau pengarang / penulis.
Saat berkembangnya pandemi Covid-19 pada Maret 2020, guna membatasi penularan, berkembang ragam kerja baru, yaitu bekerja dari rumah yang dikenal dengan istilah WFH (Work From Home).
Akibatnya, angkatan kerja baru yang kebanyakan didominasi generasi Z, juga ikut merasakan WFH. Bahkan ada beberapa perusahaan yang masih menerapkan WFH hingga tahun 2023. Akibatnya, kaum muda ini terbiasa bekerja dari rumah. Bebas macet, uang transport awet, bagi yang naik transportasi umum tidak perlu berlarian mengejar bis atau kereta api, juga bagi yang sudah memiliki keluarga kecil, sedang senang-senangnya menikmati quality time bersama suami / isteri serta anak mereka. Lagi pula bekerja dari rumah lebih mengurangi stress, karena tidak diamati atasan seharian penuh, bisa bekerja sambil main game bahkan nyambi dagang online.
Keuntungan WFH lainnya, karyawan memiliki jam kerja yang pasti, meski WFH juga Masih memungkinkan lembur. Namun tidak perlu berangkat subuh dan pulang terlalu malam. Waktu dapat digunakan untuk olahraga maupun kursus / kuliah lagi secara lebih bebas.
Akibatnya, setelah pandemi melandai, saat karyawan harus kembali ke kantor atau kembali ke rutinitas  9 to 5 atau 8 to 5  bagi yang bekerja 5 hari kerja.
Bahkan saat presiden Joko Widodo yang terkenal dengan slogan "kerja, kerja, kerja" ingin mengubah pola kerja dari 5 hari kerja ke 6 hari kerja, banyak yang tidak setuju.
Jadi, masalah dunia kerja atau para HR (Human Resource)  adalah WFO dan 6 hari kerja. Selama ini karyawan sudah terbiasa dengan pola santai meski harus bertanggung jawab mencapai target, dengan bekerja dari rumah. Bahkan saat proses rekrutmen, kini banyak calon karyawan yang  menanyakan bolehkah bekerja secara WFA (Work From Anywhere).
Memang selain WFH, juga berkembang WFA saat pandemi, yaitu karyawan bekerja dari mana saja, khususnya dari lokasi liburan, misal bekerja dari Bali, Wakatobi, Raja Ampat, desa wisata maupun dari villa di daerah sejuk, yang sepi dan jauh dari keramaian.
Celakanya lagi, akhir-akhir ini setelah pola WFO diterapkan kembali, banyak terjadi pengunduran diri besar-besaran. hingga merepotkan Departemen HR.
Inilah fenomena yang sedang berkembang di dunia kerja, yang perlu dicermati dan dipahami oleh Departemen HR dan pemilik usaha. Mungkin saat ini sudah mendapatkan tenaga kerja yang mumpuni dan kreatif namun selalu menghendaki pola kerja WFH / WFA.
Dunia memang sudah berubah, Tugas kerja sudah banyak dapat dikerjakan dari mana saja, khususnya pekerjaan yang banyak tergantung pada teknologi informasi, seperti copy writer, ahli multimedia, pemasaran, dll  Yang masih harus hadir secara fisikpun tetap ada, seperti mekanik di bengkel, sopir kantor, office boy / office girl atau waiter / waitress.
Departemen HR dan pemilik usaha harus lebih bijak dalam menghadapi karyawan berprestasi yang nyeleneh, karena Peraturan Perusahaan yang kaku dapat berakibat kaburnya karyawan bertalenta. Sehingga nantinya kantor hanya berisikan karyawan penurut yang miskin kreatifitas.
Bagaimana menurut Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H