Hari ini, Koteka, komunitas traveler Kompasiana merayakan Hari Kartini dengan menyelenggarakan webinar bertajuk  "Wonderful Indonesia, Mencintai Wastra Nusantara Sepenuh Hati" . Sebagai narasumber Dra. Wening Esthyprobo Fatandari M.A, Dubes LBBP RI untuk Hongaria 2014-2018. Acara dipandu oleh Gaganawati Stegmann. Sebagian besar pesertanya adalah wanita dan mengenakan Wastra Nusantara. Acara berkolaborasi dengan Ikatan Dharma Wanita Persatuan KJRI Frankfurt.
Dalam presentasinya, Wening menyatakan bahwa kita sebagai orang Indonesia harus mencintai Wastra Nusantara, misalnya batik. Saat Wening menjadi Dubes, ia sering mengadakan bazaar dan festival. Orang Jerman saja ada yang rajin memperkenalkan batik, dengan membuat galeri dan museum batik.
Wening yang lahir di Pekalongan dan besar di Semarang, setelah berkarier di Kemenlu akhirnya berhasil menjadi Dubes RI untuk Hongaria pada 2014-2018 dengan 10 award. Hingga saat ini masih memiliki perhatian yang besar terhadap Wastra Nusantara melalui Asosiasi Wastra Nusantara dan menari.
Wening telah beberapa kali tampil sebagai narasumber pada Koteka Talk. Wening mulai mencintai Wastra Nusantara saat masih kecil, ketika melihat ibunya mengenakan kain kebaya.
Sifat tomboy yang dimiliki Wening, karena ia satu-satunya putri dengan saudara 3 putra, berguna untuk berani menjelajah dunia, tidak manja, meski sebagai diplomat wanita berani mengemudi sendiri pada malam hari di New York, tetapi tetap modis, sehingga dijuluki "Dubes fashion".
Saat sekolah dan kuliah, Wening belum memiliki perhatian khusus pada Wastra Nusantara, barulah setelah menikah, ia memiliki batik tulis sarimbit dan bersama kain dari ibu menjadi koleksinya.
Lalu Wening mulai sering diajak memilih dan diskusi mengenai Wastra dengan Ibu dan teman-teman. Saking senangnya dengan busana, sampai-sampai seragam penari disiapkan oleh Wening.
Untuk merawat koleksi Wastra Nusantara, Wening memiliki tips yaitu mencuci dengan hati-hati, dicuci dengan tangan, tidak menggunakan mesin cuci dan harus cepat kering, supaya jangan berjamur. Ketika disimpan diberi kain yang diisi merica agar tidak dimakan ngengat, Isi merica diganti tiap 2 tahun.
Saat masih menjadi Dubes selalu berusaha memiliki dan memperkenalkan Wastra yang ada di tiap provinsi di In todonesia untuk diperkenalkan pada tamu-tamunya, misal ulos, tenun NTT.
Kelebihan Dubes wanita dapat memamerkan Wastra Nusantara berbeda, kalau Dubes pria hanya mengenakan jas.
Wening sangat menyayangkan para disainer Indonesia yang selalu mempromosikan Wastra Nusantara dengan menggunakan artis, sehingga harga produknya menjadi mahal  Menurut Wening lebih tepat dipromosikan oleh Dubes / Menteri yang dikirimi batik sehingga menjadi sarana promosi yang murah. Misal mengirimkan batik ke Nelson Mandela, pasti batik mendunia, juga cobalah mengirimkan kepada Queen Elisabeth.
Salah satu desainer Indonesia yang pernah mempopulerkan kebaya yang dimodifikasi secara modern, mendandani Wening saat pelantikan dengan kebaya Poppy Karim.
Jadi desainer Indonesia harus pandai-pandai memanfaatkan Dubes atau diplomat untuk menjadi influencer Wastra Nusantara di kancah internasional.
Wastra Nusantara beda dengan busana nasional Hongaria atau negara-negara Eropa lainnya. Karena batik memiliki makna dalam kehidupan manusia, dari mulai lahir, digendong, saat siraman harus ganti busana 7x, hingga meninggal dunia ditutup menggunakan kain batik.
Wastra Nusantara harus mampu menyesuaikan dengan warna yang sesuai dengan selera orang asing. Meski negara lain juga memiliki batik, jangan takut, karena batik Indonesia memiliki motif dan corak khas. Dari batik Cirebon, Pekalongan, Solo dan Lasem saja sudah beragam.
Yang penting jangan mempromosikan produk yang terlalu mahal, meski produk mahal biasanya kualitasnya lebih baik. Pada Indonesia Week biasanya banyak dijual Wastra Nusantara dengan harga terjangkau.
Contohlah Berlina yang mempopulerkan lurik, tidak untuk busana saja tapi hingga topi dan tas, dengan model yang disukai orang Eropa sehingga tampak pantas mengenakan Wastra Nusantara.
Saat kembali ke Indonesia, koleksinya berkurang banyak, karena ditinggal atau dibagikan kepada orang yang suka nengenakan Wastra Nusantara, misal para niyaga gamelan. Jadi koleksinya, sekarang tidak begitu banyak.
Bila Wening dan banyak ibu-ibu di Eropa gemar mempopulerkan Wastra Nusantara, bagaimana dengan kita?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H