Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Beda Hampers, Parcel dan Wrapping?

24 April 2022   06:30 Diperbarui: 24 April 2022   06:36 800
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parcel (sumber: parcelnart.com)


Pada bulan Ramadan, dulu sering sekali saya menerima parcel Lebaran. Bahkan berjajar tapi didepan ruangan saya, karena saya melarang OB untuk memasukkannya ke dalam ruangan saya. Parcel juga sering dikirimkan pada hari raya Imlek dan Natal. Biasanya pengirimnya adalah para vendor perusahaan kami. 

Sebaliknya, perusahaan kami juga mengirimkan parcel kepada perusahaan pelanggan yang transaksinya besar. Biasanya para staf penjual sudah menyerahkan daftar nama dan alamat, lalu manajemen yang memilihnya berdasar kelayakan. Yang dikirimi biasanya pimpinan perusahaan atau manajer pembelian. Baru setelah KPK melarang pengiriman parcel, yang dianggap sebagai gratifikasi, maka budaya mengirim parcel berhenti.

Oh ya, kenapa saya melarang OB memasukkan parcel ke ruangan saya? Karena saya mau menetapkan prinsip kebebasan memutuskan, jadi saya tidak mau diatur atau "dibeli" oleh vendor, akibatnya setelah parcel terkumpul, menjelang libur Lebaran, parcel kami buka bersama lalu kami beri nomor undian sejumlah karyawan dari manajer hingga OB semuanya dapat bagian, lalu kita undi. Yang berunttung mendapat isi parcel yang mahal, misal kue kering mahal, yang kurang beruntung mendapatkan isi parcel yang murah, misal sirop. 

Isi parcel pada umumnya makanan/minuman, seperti kue kering, roti kaleng, coklat, sirop, soda, dan lain-lain. Jadi masing-masing karyawan sore harinya pulang ke rumah dengan membawa keberuntungannya masing-masing. Saya juga tidak mempunyai beban pada vendor, meski parcel itu ditujukan ke saya, tetapi karena sudah dibagi rata dengan diundi, maka yang menikmati adalah seluruh karyawan.

Begitu budaya mengirim parcel sirna, kini berganti budaya mengirim dan menerima hampers atau bingkisan yang dibungkus dengan wrapping hiasan Lebatan  (biasanya ada gambar masjid atau ketupat).

Pada prinsipnya hampers dan bingkisan dengan wrapping Lebaran adalah sama dengan parcel. Hanya karena latangan ditujukan untuk parcel, lalu para penjual parcel berganti menawarkan hampers dan bingkisan dengan wrapping Lebaran. 

Hanya dari tampilan luarnya berbeda, kalau parcel dihias massal, hampers dihias lebih bagus dalam bentuk keranjang. Isinya juga mirip hanya lebih dominan kue kering, makanan dan perabot rumah tangga.

Apakah bila kita menerima hampers harus nembalas mengirim hampers? Ya tidak, karena bila yang mengirim relasi bisnis pasti punya tujuan bisnis. Hampers yang kami kirimkan juga untuk pelanggan pitensial, tujuannya jelas untuk mengikat pelanggan agar jangan berpindah ke pesaing.

Berbeda dengan hampers yang dikirimkan ke rumah oleh keluarga, atau teman. Sebaiknya kita balas, karena untuk kekerabatan. Hampers muncul khususnya saat pandemi mulai mengusik dunia, sehingga bukan silaturahmi, orang harus di rumah saja, maka yang muncul hampers. tentunya hal ini guna mencegah penularan Covid-19.

Sekarang pandemi sudah sangat berkurang, kita sudah berani saling pergi betsilaturahmi, rasanya tidak perlu lagi mengirimkan hampers pada saat Lebaran.

Biasanya kita saling berbagi ketupat Lebaran dan lauknya yang dikemas dalam rantang, sambil saling bermaaf-maafan.

Ini budaya Lebaran yang kami lakukan, semoga menginspirasi Anda. Bagaimana perlakuan Anda terhadap parcel, hampers dan bingkisan dengan wrapping Lebaran?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun