Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menyaksikan Teater Koma

29 Maret 2022   18:49 Diperbarui: 29 Maret 2022   18:55 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mahabarata (sumber: bisnis.com)

Ketika masih berstatus mahasiswa di Salatiga dulu, saya hanya menonton dua teater, Teater Mahasiswa dan Bengkel Teater nya Rendra.

Teater Mahasiswa pemainnya adalah para mahasiswa dari berbagai fakultas, sedang Bengkel Teater, teater yang didatangkan dari Yogyakarta. Karena sudah terlalu lama, lakonnya juga sudah lupa, hanya Bengkel Teater lakonnya selalu menyentil Pemerintah yang sedang berkuasa saat itu

Setelah saya pindah ke Jakarta, saya hampir tidak pernah menonton teater. Sampai sekitar 1990-an saya baru mendengar namaTeater Koma.

Padahal Teater Koma berdiri sejak 1980 yang dikomadani oleh N. Riantiarno. Lakonnya rata-rata ditulis olehnya, pemainnya kadang dia sendiri ikut manggung atau hanya isterinya Ratna yang manggung.

Teater Koma mementaskan karyanya kalau tidak di Gedung Kesenian Jakarta di Pasar Baru atau di Pusat Kesenian Jakarta yang sekarang sudah rata dengan tanah.

Tiketnya cukup mahal bisa 2-3 kali lipat harga tiket bioskop, padahal saya selalu membeli tiket balkon, yang terletak diatas sehingga bisa melihat ke bawah dengan lengkap. Kalau membeli tiket yang di kursi depan pasti harga tiketnya jauh lebih mahal lagi.

Tiket sering kali habis sehingga saya sering sengaja membeli atau memesannya terlebih dulu di Setiabudi, markas mereka. Hanya diberikan tanda sudah membeli tiket dengan pilihan nomor kursi lalu pada hari pertunjukan ditukarkan di loket.

Awalnya saya tertarik dengan Teater Koma karena membaca ulasan di media cetak yang menyebutkan aksi panggung teater ini lucu dan penuh sindiran pada Pemerintah, sehingga sempat di bredel.

Karya mula-mula yang dipentaskan adalah  Rumah Kertas, Maaf.Maaf.Maaf., J.J, Trilogi OPERA KECOA (Bom Waktu, Opera Kecoa, Opera Julini), Opera Primadona, Inspektur Jenderal dan Mahabarata.

Saya mulai menonton mulai dari Sampek Engtay, Semar Gugat, Opera Ular Putih, Republik Bagong, Republik Togog, Republik Petruk, Sie Jin Kwie, Rumah Pasir, Sie Jin Kwie Kena Fitnah, Sie Jin Kwie di Negeri Sihir, Demonstran, dan Republik Cangik.

Senangnya setelah nama saya tercatat di database mereka, dua minggu sebelum pementasan saya selalu mendapatkan pesan singkat melalui SMS.

Segera saya melakukan pemesanan tiket agar tidak kehabisan tiket. Karena Teater Koma ini sudah punya pelanggan tetap yang fanatik, tiap kali menonton ketemunya penonton yang itu-itu juga.

Sebelum acara dimulai, kita selalu menerima katalog yang berisi jalan cerita dan pemerannya. Ternyata satu orang kadang berperan lebih dari satu peran, khususnya yang bukan peran utama. Durasi acara berkisar 3 -4 jam dengan jedah 30 menit untuk istirahat. Saat istirahat, penonton dapat buang air kecil atau membeli kudapan dan minuman yang dijajakan di sekitar arena pertunjukan.

Tanda agar penonton segera masuk cukup unik berupa gong. Penata musik memainkan latar belakang musik secara live, pemain kadang masuk dari sisi tempat duduk penonton tetapi lebih sering dari panggung. Aksesori/ properti panggung ditata sedemikian apik, dengan mekanik ataupun manual. Yang manual, dibawa pemain saat masuk ke dalam panggung maupun saat keluar panggung.

Biasanya pada akhir acara seluruh pemain naik ke panggung dan memberi hormat kepada penonton. Penonton yang merasa puas sering memberikan  tepuk tangan sambil berdiri.

Saat pandemi Teater Koma sempat beberapa kali menyajikan pertunjukan secara virtual melalui laman zoom. Tetapi geregetnya beda dibandingkan saat pertunjukan live.

Semoga saat pandemi sudah menjadi endemi, pertunjukan teater bisa kembali beraksi.

Teater Koma meski sudah menjual tiket masuk cukup mahal, namun mereka masih sangat tergantung dari sponsor. Bila tanpa kehadiran sponsor mungkin tiket masuk bisa lebih mahal lagi. Kalau dibandingkan dengan teater lain dengan tiket masuk yang lebih murah, Teater Koma memerlukan biaya mahal karena properti dan kostum yang lebih bagus.

Bagi Anda yang belum pernah menyaksikan teater, sekali-kali menontonlah. Meski kadang harga tiket masuk lebih nahal dari tiket masuk biokop.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun