Bila anda Kompasianer aktif, tentu tahu siapa Kompasianer of The Year 2021. Dinobatkan saat Kompasianival 2021, Dewi Puspasari terpilih menjadi Kompasianer of The Year 2021.
Pada kaleidoskop 2021, Dewi menduduki peringkat 87. Dewi yang sudah bergabung dengan Kompasiana sejak 2010 ternyata baru menulis aktif sejak 2013 telah menghasilkan 295 tulisan selamaJanuari-November 2021.
Tulisannya beragam, namun dia paling konsisten dengan tema teknologi, kuliner, wisata, film dan tentang dunia perkucingan. Selain aktif di Kompasiana, Dewi juga memiliki 3 blog pribadi. Yang satu temanya campur-campur. Lainnya khusus makanan dan buku. Yaitu: dewipuspasari.net, pustakakulinerku.com dan keblingerbuku.com.
Kesenangannya menulis tentang TI terkait latar belakangnya sebagai lulusan teknik informatika di ITS Surabaya. Â Dewi yang dikenal oleh Kompasianer dengan singkatan depus, juga senang akan berwisata dan kuliner, itulah sebabnya tema tulisannya tidak jauh-jauh dari minatnya ini.
Secara spesifik, Dewi juga menyukai film terutama animasi dan fantasi, jadi sangat tepat bila Dewi saat ini menjadi admin komunitas penggemar film di Kompasiana. Berkat tangan dinginnya, dengan bantuan tim admin KOMiK lainnya, tahun 2020 KOMIK menjadi The Best Community dan sejak 2017-2019 menjadi komunitas teraktif di Kompasiana. Tentunya ini berkat kreasinya mengembangkan kegiatan komunitas, tidak hanya nobar dan menulis tentang film di bioskop, tapi juga menonton film di kedutaan, layar tancap, menonton virtual dan diskusi tentang film dengan sutradara filmnya, menerbitkan KOMagz, membuat liga khusus film (Liga KOMiK) dan membuat buku tentang film.
Dewi nampak sederhana dan rendah hati  Dewi cukup akrab dengan penulis, karena kita sering saling bantu. Saat KPK, komunitas penggila kuliner akan menerbitkan buku kuliner, Dewi yang membantu lay out dan menyuntingnya.
Penulispun membantu KOMiK saat akan menerbitkan buku naskah film pendek dan buku film perjuangan dengan melakukan penyuntingan. Saat ini kedua buku sudah masuk ke percetakan.
Saat ini KOMiK masih dalam taraf menyelesaikan satu buku lagi yang mungkin baru hadir tahun depan.
Dewi lahir dan tumbuh di Malang, Â seorang penyayang satwa berbulu, yaitu kucing. Dari kecil sudah mempunyai kucing. Kucing yang dulu sekali namanya T-Bob warna oranye (coklat kekuningan). Lalu muncul kucing-kucing lainnya, ada Coreng, Upik, Cemplang, Imut, Tung-tung, Dandong, dan Bonbon.
Ia memelihara kucing-kucing tersebut  bersama neneknya yang juga penyayang kucing. Pernah suatu ketika kucingnya mencapai 13 kucing dan bikin pusing memeliharanya.
Saat dewasa kucing paling disayang yang tinggal dengannya adalah Nero. Ia kucing berwarna oranye yang meninggal tahun ini  di usia 7 tahun. Nero ini pernah menginpirasi tulisan Dewi tentang kucing dan menjadi sebuah buku. Sekarang terdapat 10 ekor kucing. Di antaranya Mungil, Kidut Cindil, Opal, Pang, dan Pong.
Dewi mulai menulis saat  kuliah. Ketika stress mengerjakan tugas akhir (skripsi) malah bikin buku. Judulnya 'Cyber Club'. Lalu buat lagi "Pacar Instant". Dua buku ini di-layout dan dicetak sendiri plus diperbanyak dengan fotokopi. Cover dibuat teman dan kakak. Harganya murah meriah hanya 5 ribuan rupiah. Ia bercerita senang banget dulu laku 200an buku di kampus.
Sejak bekerja, awal-awal ia suka ikut antologi. Mungkin sudah belasan antologi yang diikutinya  di antaranya 'Mencintai dalam Diam" dan 'La Tahzan Spesial Lebaran'. Kalau buku solo saat ini ada lima buah:
- Karamel dan Kumpulan Fiksi Lainnya
- Ngeblog Jadi Duit
- Lada & Ketumbar dan 100 Puisi Kuliner lainnya
- Kisah-kisah Perjalanan: Bukan Sekadar Berwisata
- Tarian Kucing di Bulan Purnama dan Kisah-kisah Kucing Lainnya.
Latar Pendidikan dan Pekerjaan
Teknik informatika menjadi pilihan pertamanya saat itu karena sejak dulu ia menggemari film, animasi, dan buku tentang cyberpunk. Tapi sebenarnya ia sempat tertarik untuk menimba ilmu di bidang arkeolog dan kimia. ITS menjadi pilihannya karena kampus ini paling populer di bidang teknik di wilayah Jawa Timur dan Bali.
Namun berkecimpung dengan koding dan ilmu komputer lainnya ternyata sungguh melelahkan, akhirnya setelah lulus ia malah kerja jadi wartawan media harian. Ia ingin istirahat dulu dari soal koding, jaringan, dan lainnya.
Namun bekerja jadi wartawan itu lebih berat dari dugaannya. Pencapaiannya tertinggi ketika ia menemukan sebuah berita yang kemudian ternyata berskala nasional hingga internasional.
Pekerjaan jadi wartawan saat itu memberikan banyak pengalaman. Dari menemukan hal-hal unik di kamar mayat, bersahabat dengan petugas kamar mayat, humas hotel, dan petugas Bonbin, hingga bertemu selebriti dan pejabat negara. Ia senang bisa wawancara berdua saja dengan Cornelia Agatha, Yuni Shara, dan Olga Lidya, atau berjumpa dengan gitaris Mr. Big.
Ia juga mendapat pengalaman unik ketika melakukan reportase tentang manajemen AIDS di Dolly dan kawasan remang-remang di Makassar, atau ketika jelajah dari kampung ke kampung. Ia tak menyangka kampung di sekitar Dolly itu bersih dan asri, bahkan meraih penghargaan.
Menjadi wartawan itu rupanya perlu fisik prima, ia jadi jarang tidur cukup. Jam kerjanya rata-rata di atas 12 jam setiap harinya. Libur pun hanya sehari dalam seminggu. Sampai rumah, rata-rata tengah malam. Apalagi jika rapat redaksi tiap Senin malam, bisa lebih dari jam Cinderella. Pernah ia sudah mulai liputan pukul lima pagi dan baru kembali tengah malam. Lama-kelamaan fisiknya melemah.
Akhirnya ia kembali banting setir ke dunia TI di sebuah BUMN. Lalu karena memiliki bekal wartawan, ia dipindahkan ke bagian Humas. Ia bertugas mengelola portal perusahaan, membuat majalah internal, ikut membantu acara protokoler direksi, dan mengelola hubungan eksternal.
Waktu kerja yang normal bila dibandingkan saat jadi wartawan membuatnya bisa bekerja sambil kuliah malam di Magister TI UI Salemba. Setelah lulus ia pindah kerja ke sebuah perusahaan pengembang dan  konsultan TI di Depok. Saat ini jadi konsultan TI yang berkutat di bidang IT system analyst, strategy TI, audit TI, investasi TI, dan lain-lain.
Ketertarikan Menulis di Kompasiana dan Cara Bagi Waktunya
Dulu awal menulis di Kompasiana sebenarnya ia lebih suka dikenal sebagai sosok anonim. Dulu di Kompasiana seingatnya hanya memajang nama Puspa. Lalu tahun berapa entah kenapa kemudian yang terpampang nama lengkap dan jadinya mau tak mau ia jadi tak bisa lagi  berpura-pura jadi sosok anonim. Sekalian saja ia ikutan nangkring.
Rupanya menyenangkan gabung di Kompasiana dan bertemu darat. Tak sedikit Kompasianer yang jadi seperti teman dekat dan ibarat kakak juga mentor. Kami bisa mengobrol dan bercanda.
Tanggung jawab makin besar ketika ia dipercaya untuk mengelola komunitas. Tapi di sini Dewi bisa memberikan warna di komunitas dengan pengalaman yang  pernah digelutinya, misalnya dari pengalaman di media dan mengelola majalah internal perusahaan, berhubungan dengan pihak ketiga, di antaranya dengan mengajak Komiker membuat buku, majalah, dan event KOMiK yang melibatkan beberapa pihak eksternal komunitas film di luar Kompasiana.
Diakuinya, kadang-kadang ada masa begitu gampang mencari waktu menulis. Tapi ada kalanya sulit. Saat ini Dewi selain bekerja juga mengambil kuliah lagi. Ia juga mengelola komunitas, memiliki tiga blog pribadi dan ikut beberapa blog keroyokan. Tapi yang paling banyak menguras tenaga sebenarnya mengurus rumah dan memelihara kucing. Dari mengepel, memasak, menyetrika, hingga membersihkan kandang kucing itu lumayan menyita waktu dan tenaga.
Sering sekali ketika ia sudah niat mau menulis eh si kucing menyelinap dan menduduki laptop jadinya batal menulis. Mood menghilang. Atau HP diduduki oleh kucing Kidut dan dijadikan mainan. Jangan kaget jika tiba-tiba ada pesan aneh muncul di wa atau tiba-tiba ditelpon. Itu bisa jadi ulah kucing Kidut.
Di lain waktu sudah niat menulis, eh diminta masak atau kucing-kucing sudah ngamen kelaparan. Atau tiba-tiba ada kerjaan dan rapat mendadak, atau baru ingat sudah dekat tenggat paper atau waktunya bikin event KOMiK.
Tapi dari aneka ragam kegiatan ini jadinya Dewi lebih menghargai waktu.Dewi bisa mengatur strategi mengurus rumah dengan cepat, juga bisa menyiasati bagaimana menulis dalam waktu singkat. Misalnya menulis dalam 10 menit, itu rupanya juga bisa dilakukan.
Menulis bagi Dewi diupayakan tetap sebagai hobi bukan sebagai beban. Ketika menulis, maka pikiran jadi rileks. Dulu ketika jadi wartawan, setelah lelah seharian, rasanya terbayar ketika tulisan masuk di halaman pertama koran keesokan harinya.
Jika disuruh memilih antara menulis dan TI, ia akan memilih keduanya. Ia mencintai dunia TI dan menulis. Mungkin suatu ketika ia akan berbagi pengalamannya seputar proyek-proyek TI yang pernah digelutinya.
Inilah sekelumit kisah perjalanan Kompasianer of The Year 2021, semoga menginpirasi anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H