Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Aku, Imlek, dan Angpau

7 Februari 2021   12:22 Diperbarui: 7 Februari 2021   13:18 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Angpau atau angpao adalah dialek bahasa Hokkian yang artinya amplop merah. Warna merah menurut tradisi Tiongkok melambangkan kegembiraan dan keberuntungan. Angpau selain dibagikan dari orang dewasa.kepada anak-anak khususnya yang masih belum menikah dan dari anak yang sudah mapan kepada orang tuanya yang sudah tidak bekerja lagi. Menurut tradisi Tionghoa orang yang sudah menikah atau berkeluarga dianggap sudah dewasa dan sudah mapan.

Angpau juga dibagikan pada upacara perkawinan, ulang tahun, memasuki rumah baru maupun pada pesta-pesta lain.

Bagi mereka yang belum menikah tapi ingin membagikan rejeki, diperbolehkan juga, namun tidak boleh menggunakan amplop merah.

Angpau lazimnya diisi uang tunai, meski pada era digital ini kadang boleh digantikan oleh e-money seperti kartu Flash itulah sebabnya bank sering menerbitkan disain e-money dengan nuansa Imlek.

Untuk memasukkan uang pada angpau juga ada aturannya, untuk suasana gembira hendaknya nominal genap, karena nominal ganjil lazimnya untuk suasana duka. Hindari angka empat, karena pengucapannya 'shi' yang artinya mati yang dianggap kurang beruntung. 

Jadi, jangan memberikan uang sejumlah 400.000, misal dengan delapan uang nominal 50.000 Rupiah. Sebaiknya, memberikan nominal 380.000 yang tidak mengandung angka empat. 

Pemberian dengan jumlah lembar empat juga perlu dihindari, misal 4 lembar nominal 100 ribu Rupiah. Disarankan memasukkan uang dengan kelipatan delapan, misal 800.000, tapi jangan 8 x 50.000 karena ada unsur empatnya.

Pemberian angpau ini sama halnya dengan pemberian hadiah kepada anak-anak pada pergantian  tahun yang dikenal dengan istilah 'Ya sui' pada dinasti Ming dan Qing.

Pemberian angpau berisi uang ini baru dimulai pada dinasti Song saat uang kertas mulai dikenal di Tiongkok.

Angpau tidak dinilai besar kecilnya, semua terserah kerelaan dan keiklasan yang memberi.

Sebelum orang dewasa membagikan angpau, lazimnya anak-anak menghaturkan pai atau soja sebagai tanda penghormatan. Cara soja yang benar adalah 'Yang' memeluk 'Yin' atau tangan kanan dikepal dan ditutup oleh tangan kiri. Ke dua ibu jari berdiri lurus dan saling menempel. Hal ini karena tangan kanan lazimnya untuk nemukul, jadi harus ditutup oleh tangan kiri. Namun ada versi soja yang lain, yakni jari tangan kanan dan kiri ditangkupkan sehingga membentuk delapan kebajikan, sedangkan ke dua ibu jari melambangkan ayah dan ibu (orang tua) yang secara filsafat artinya manusia wajib melaksanakan delapan kebajikan sekaligus menaruh hormat pada ke dua orang tua.

Sikap saat melakukan soja juga ada aturannya, soja kepada orang yang lebih tua kedua tangan harus diangkat sejajar mulut. Bila menghaturkan soja kepada teman sepantar kedua tangan sejajar dada. 

Sedangkan bagi yang beragama Kong Hu Cu soja kepada dewa kedua tangan harus sejajar mata. Sedangkan soja kepada Tuhan (Thian) harus diatas kepala. Bagi orang tua yang membalas soja kepada yang muda, kedua tangan diletakkan sejajar perut.

Pada Tahun Baru Imlek saat soja sekaligus mengucapkan "Sin Cun Kiong Hie" yang artinya selamat menyambut datangnya musim semi atau selamat tahun baru tahun lunar.

Ucapan yang mulai populer pada sekitar tahun 2000-an "Gong Ci Fa Cai" sebenarnya kurang tepat, karena bernuansa materialistis, yang artinya semoga cepat kaya.

Terkait dengan masih berjangkitnya pandemi, sebaiknya ucapan menjadi "Sin Cun Kiong Hie - Shen Ti Jian Kang". Yang artinya selamat tahun baru dan selalu dalam sehat.

Tahun Baru Imlek sebenarnya bukan festival keagamaan, melainkan festival yang dirayakan oleh warga Tionghoa di seluruh dunia, baik yang tinggal di Tiongkok maupun di luar Tiongkok. Sebagai orang keturunan Tionghoa, aku tidak merayakan secara khusus, melainkan tetap melestarikannya sebagai salah satu budaya.

Sin Cun Kiong Hie, bagi Anda yang merayakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun