Sebagai pekerja kantoran yang kadang harus bekerja diatas delapan jam per hari, Â masih sering ditambah melakukan lobby pada akhir pekan sehingga sangat menguras tenaga dan pikiran. Salah satu cara untuk menampilkan ide-ide segar harus dikompensasi dengan menjalankan hobi saya yakni pergi berwisata. Wisata bagi saya tidaklah harus ke luar negeri, yang harus merogoh kocek dalam-dalam. Kadang dengan melakukan wisata jalan kaki disekitar Jakarta saja, asalkan tempat yang dikunjungi unik sudah dapat membuat pikiran jadi segar.
Wisata nusantara mendatangi provinsi baru dengan keunikan nasing-masing, baik dari segi budaya atau kuliner serta bertemu dengan orang-orang yang baru dikenal, entah pemandu wisata, teman seperjalanan atau warga setempat ditempat yang dikunjungi sangat menyenangkan hati.
Wisata ke manca negara tentu juga diperlukan sebagai variasi untuk melihat budaya yang berbeda, memahami pola hidup mereka dan mencicipi makanan khas mereka. Pergi wisata tidak melulu melihat pemandangan yang indah, namun banyak melihat kehidupan manusia yang berbeda, yang memberi kenangan yang tidak terlupakan.
Tahun 2020 pandemi mengusik dunia, akibatnya semua negara menjalankan prosedure keamanan guna membatasi penularan virus, salah satunya membatasi penerbangan dan tidak menerima kunjungan dari negara lain. Di dalam negeripun meski tidak seketat lockdown, namun PSBB telah membuat dunia pariwisata jungkir balik. Naik pesawat atau kereta api harus melakukan test guna membuktikan tidak sedang terpapar Covid.
Belum lagi di lokasi wisata dipenuhi protokol kesehatan yang ketat, sementara untuk melakukan hobi wisata juga dipenuhi rasa was-was, karena pada hari-hari libur pasti banyak kerumunan yang berbahaya bagi diri sendiri maupun diri orang lain. Apalagi pergi ke destinasi wisata yang menjadi tujuan banyak wisatawan seperti Bali dan Yogya, yang selalu ramai, pergi wisata selalu diliputi rasa cemas kalau pulang ke kota asal bisa menjadi carrier atau pembawa virus baik bagi keluarga maupun komunitas.
Akibatnya mau tidak mau guna kepentingan bersama harus menghentikan hobi wisata. Paling hanya dapat digantikan dengan virtual tour atau webinar wisata. Namun sebagus-bagusnya virtual tour, kita hanya bisa melihat dan mendengar, namun kita tidak dapat merasakan aura bertemu dengan warga setempat. Makananpun hanya dapat dilihat tetapi tidak dapat dirasakan atau dicicipi.
Inilah kisah sedih dimasa pandemi bagi saya yang hobi menjalani hobi wisata. Bagaimana dengan Anda?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H