Pada era Orde Baru peran suku Tionghoa banyak dihilangkan karena dicurigai berafiliasi dengan gerakan PKI. Ada peran suku Tionghoa yang tak boleh dilupakan pada pergerakan kemerdekaan Indonesia. Salah satunya peran jejak Sie Kong Lian yang merupakan salah satu dari 13 pemuda yang merancang naskah Soempah Pemoeda. Sumpah Pemuda sendiri diikrarkan pada 28 Oktober 1928 di rumah indekos milik Sie Kong Lian di Jalan Kramat Raya, Jakarta.
Hari ini genap 92 tahun Sumpah Pemuda hendaknya bangsa Indonesia juga mencatat dan mengakui peran suku Tionghoa dalam gerakan kemerdekaan Indonesia dan tidak hanya mengetahui hanya sebagai bangsa kelas dua, yang disiarkan bangsa Belanda guna memecah belah persatuan bangsa dengan politik divide et impera.
Sejarah harus dipelajari dan dipahami apa adanya. Itulah sebabnya bila ada yang berusaha membelokkan sejarah, harus kita luruskan kembali. Hal ini sejalan dengan ucapan Bung Karno yang terkenal "Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri."
Indonesia sudah memiliki sejarah panjang, dari masa pra sejarah dengan kejayaan wangsa Sriwijaya, lalu Majapahit, kejayaan kerajaan Islam, kemerdekaan hingga era reformasi. Sudah ada tujuh anak bangsa yang pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia.
Bila Anda sempat melewati Jalan Kramat Raya No. 106 Jakarta, sempatkan untuk mampir sejenak ke rumah tersebut yang kini sudah menjelma menjadi Museum Sumpah Pemuda.
Rumah ini dulu pernah menjadi tempat berkumpul sekitar 700 pemuda yang mewakili berbagai daerah di seluruh Indonesia guna menghadiri Konggres Pemuda kedua yang diadakan pada 28 Oktober 1928.
Pada Museum Sumpah Pemuda, Anda akan menyaksikan dan mendengarkan lagu Indonesia Raya  asli dalam tiga stanza karya Wage Rudolf Supratman. Juga terdapat replika biola Wage. Di bagian belakang rumah terdapat diorama patung tokoh pemuda yang sedang mengikuti konggres.
Rumah yang dipakai untuk pelaksanaan Sumpah Pemuda tadinya adalah rumah indekos pemuda yang sebagian besar mahasiswa kedokteran Stovia yang banyak berperan dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Sebut saja tokoh-tokoh pemuda, seperti Sugondo Djojopoespito, Muhammad Yamin, Amir Syarifuddin dan lain-lain yang akhirnya mengadakan Konggres Pemuda pertama 1926 dan Konggres Pemuda kedua 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda dengan tiga ikrar Berbangsa satu bangsa Indonesia, Bertanah air satu Tanah Air Indonesia dan Berbahasa satu Bahasa Indonesia.
Sie Kong Lian berani menghadapi risiko bahaya dengan mengizinkan para pemuda berkumpul, tinggal, dan berdiskusi dengan bebas. Padahal saat itu banyak intel berkeliaran yang berupaya membatasi pergerakan pemuda.