Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Diaspora Mewartakan Kisah Mancanegara

15 Oktober 2020   18:46 Diperbarui: 15 Oktober 2020   20:28 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaganawati dan Dubes RI Jerman (sumber: kompasiana.com/gaganawati)

Sore ini acara A to Z Kompasiana mencoba menggali pengalaman Kompasianer yang menjadi diaspora. Tidak tanggung-tanggung acara dipandu sendiri oleh COO Kompasiana, Nurulloh. Sebagai nara sumber ditampilkan Gaganawati Steegmann yang kini menetap di Jerman dan Weedy Koshiro yang berdomisili di Jepang.

Jerman masih pagi hari, sedangkan Jepang sudah memasuki malam hari, sementara moderator di Jakarta baru memasuki sore hari.

Gaganawati

Gaganawati yang berasal dari Semarang hijrah ke Jerman. Culture shock yang dialaminya saat pertama kali menginjakkan kakinya di Jerman adalah minimnya kemampuan berbahasa Jerman, Gana lebih fasih berbahasa Inggris.

Yang paling membedakan dengan budaya di Indonesia di Jerman bulan Oktober adalah perayaan atau festival minum bir sepuasnya, terkenal dengan nama Octoberfest. 

Pada saat itu warga Jerman berpesta sampai pagi minum bir sampao puas alias mabuk sehingga ada pulang salah menggandeng bukan isterinya atau salah masuk ke bukan rumahnya sendiri. Gara-gara culture shock ini Gana alhirnya bersumpah tidak akan minum bir selamanya.

Hal lain yang dianggapnya positif dalam dunia pendidikan. Anak pertamanya yang malas membuat pekerjaan rumah dipanggil oleh gurunya, bukan untuk dimarahi malah diberi tugas mempresentasikan Amerika dalam bahasa Inggris dan hasilnya dopamerkan di sekolah. Anaknya merasa bangga, namun Gana meyadari hal ini merupakan hukuman yang bersifat positif. Banyak kisah unik di Jerman yang telah sempat dibukukannya dalam buku bertajuk "Unbelievable Germany".

Sebelum bergabung di Kompasiana, Gana sudah pernah bergabung dengan Kompas.com untuk menulis rubrik Jalan-jalan dan baru bergabung di Kompadiana 2011. 

Gana masih ingat tulisan perdana di laman Kompasiana adalah tentang kejadian 1 Mei. Di daerah Black Forest Jerman tanggal 1 Mei adalah hari libur namun diperingati sebagai Hari Usil. 

Pada hari itu anak-anak atau orang dewasa boleh mengusili teman atau tetangganya, misal menyembunyikan barang. Peristiwa ini dipandang unik sehingga kayak ditulis.

Gana merasa senang bergabung dengan Kompasiana karena mendapat banyak teman, sehingga sering bertukar cindera mata. Lalu Gana juga merasa senang saat pernah nemenangkan blog competition dan mendapat hadiah 3 juta Rupiah, juga sering mendapat souvenir atau merchandise.

Ide menulisnya didapat dari jalan-jalan di Jerman yang selalu di foto melalui gawainya yang dikumpulkan dalam folder foto lalu mulai ditulis melalui Facebook atau Instagram. Setelah mengendap baru ditulus sebagai sebuah artikel. Kini status Gana di Kompasiana adalah Penjelajah dan Gana punya ambisi tahun ini bisa naik ke status Fanatik, poin diatas 50.000.

Yang paling membuatnya sedih saat menulis saat tulisan sudah selesai tidak bisa diunggah sehingga tulisannya hilang. Maka sejak kejadian itu Gana selalu menulis dengan piranti Word terlebih dulu, sekarang menulis langsung di Kompasiana sudah aman karena adanya fitur "autosave".

Gana saat ini juga tercatat sebagai admin komunitas traveler Kompasiana (Koteka) yang sering menyelenggarakan webinar.

Weedy Koshiro

Berbeda dengan Gana, Weedy mulai menulis di diary dan baru bergabung di Kompasiana tahun 2013. Awalnya banyak menulis tentang  pekerjaan dan makanan. 

Sebelum bergabung di Kompasiana pernah bergabung di multiply. Artikel yang pertama kali ditulisnya di Kompasiana mengenai buah kesemek Jepang yang penampilannya beda dengan buah kesemek di Indonesia yang pakai bedak, meski rasanya sama.

Weedy merasa senang saat menerima baju merchandise Kompasiana. Dan yang oaling heboh saat tulisannya mengenai Kaisar Jepang yang semula tanpa gambar, muncul dengan gambar dan dinobatkan sebagai Artikel Utama (Headline).

Bila sedang gundah, justru sulit menulis, tutup notebook dan cari nakan atau cari buku yang banyak gambarnya, karena kurang fasih membaca bahasa Jepang.

Sebelum nembuat artikel selalu membuat draft di Instagram. Hal yang menjadi culture shock di Jepang adalah saat masuk ke warung ramen di sampingnya maupun di belakangnya terdengar suara orang menyedot kuah ramen dengan suara yang keras.

Kalau di Indonesia hal ini tergolong kurang sopan kalau bisa makan sebaiknya tidak bersuara. Namun di Jepang munculnya suara itu justru merupakan pujian bagi pemilik warung artinya makanannya enak.

Ramen (sumber: flavorbender.com)
Ramen (sumber: flavorbender.com)

Hal lain adalah kebiasaannya memotret. Di Jeoang memotret tanpa izin itu pelanggaran, termasuk memotret bunga di taman atau anjing di jalan. Bahkan saat akan memotret Weedy sering diperingatkan oleh anaknya.

Dengan adanya Kompasianer sebagai diaspora maka artikel di Kompasiana jadi beragam. Pembaca dapat menikmati kisah dari mancanegara dari tulisan para diaspora. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun