Bagi Anda yang lahir dan dibesarkan di kota Semarang tentu tidak asing dengan sebuah festival yang digelar tiap tahun. Uniknya festival rakyat ini diadakan hampir satu bulan penuh selama bulan Ramadan, biasa diawali pada awal bulan Ramadan.Â
Diadakan pada malam hari di dekat pasar Johar atau Masjid Besar Kauman, Semarang. Biasanya diawali dengan pawai kirab dari Gedung Balaikota hingga ke lokasi festival, festival rakyat ini sekaligus sebagai media dakwah. Mungkin, hanya tahun ini festival ini gagal terselenggara gara-gara ancaman pandemi corona.
Pada festival Dhugdher banyak diperjual belikan komoditi kebutuhan untuk menyambut Lebaran, seperti pakaian (baju koko, sarung, peci, sepatu, sandal, baju gamis, tas), kue-kue dan yang paling menarik bagi anak-anak adalah aneka  permainan. Â
Sebutan Dhugdher sendiri berasal dari suara bedug saat dipukul 'Dhug' dan suara petasan 'Dher'. Karena dulu sebelum petasan dilarang dinyalakan, banyak orang memperdagangkan petasan guna menyambut Lebaran.
Aneka permainan unik yang saya ingat dan hanya muncul saat festival Dhugdher adalah Warak . Ada dua jenis warak biasa dan warak ngendhog (bertelur). Warak adalah personifikasi dari hewan dengan badan seperti singa namun dengan leher panjang dan kepala seperti naga. Ciri khas mainan lainnya yang dijual pada festival Dhugdher adalah gasing, sebuah permainan yang berputar dan mengeluarkan bunyi khas dan perahu motor yang dijalankan di dalam ember besar  berisi air yang mampu mengeluarkan bunyi peluit seperti kapal sesungguhnya.
Kenangan akan mainan yang hanya ada pada saat festival Dhugdher sangat terkesan pada ingatan saya sebagai sebuah tradisi guna menyambut Lebaran.
Festival Dhugdher adalah tradisi kota Semarang, apa tradisi di kota kelahiranmu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H