Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Habanastation", Kisah Petualangan Dua Siswa di Havana Barat

25 Februari 2019   09:20 Diperbarui: 25 Februari 2019   09:33 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cuba adalah sebuah negara di Amerika Tengah yang termasuk negara Amerika Latin. Tergolong negara maju namun masih banyak menyisakan daerah miskin. Cuba memiliki banyak etnis, sehingga pertikaian antar etnis sering terjadi, namun cukup aman dengan pemerintahan sistem komunis.
Film "Habanastation" memotret cukup jeli perbedaan strata di Cuba. Film ini menceritakan sebuah keluarga mapan suami-isteri yang sibuk bekerja di dapur rekaman musik. Karena kesibukan pekerjaannya, sering kali kesulitan mengawasi anak tunggalnya, Majito.
Majito tiap hari diantar ke sekolah oleh ibunya, dengan dibawakan bekal makanan dan minuman, lalu dititipkan pengawasan pada gurunya. Tentunya sang ibu acapkali memberikan hadiah kepada sang guru sebagai balas jasa. Sang ayah memberi hadiah sebuah playstation kepada Majito, meski oleh sang ibu dilarang dibawa ke sekolah, Majito diam-diam tetap membawanya.
Suatu hari Majito bersama beberapa teman, terpilih untuk hadir pada sebuah acara di alun-alun kota, bahkan Majito terpilih untuk membacakan sebuah resolusi. Selesai acara, Majito terpisah dari rombongan sekolahnya dan sialnya salah mengambil bis yang seharusnya ke Lapangan Lenin, tetapi Majito naik bis yang menuju ke Guanabo.
Menyadari salah naik bis, Majito minta diturunkan pada perhentian pertama di dekat sebuah kuburan. Majito memasuki perkampungan penduduk miskin yang belum pernah diinjaknya. Menyaksikan perkelahian antar gang, adu anjing, hingga ia dikejar-kejar anak gang gara-gara menangkap bola dalam permainan yang sedang mereka lakukan.
Saat berlari menghindari kejaran anak-anak gang, Majito hampir saja menabrak seorang anak yang sedang membawa tabung gas. Anak pembawa tabung gas, Carlos, ternyata teman sekolah Majito. Carlos menanyakan kenapa Majito bisa berada di kawasannya. Majito menceritakan ia salah naik bis dan tersesat, lalu minta dicarikan telepon.
Telepon bukan fasiltas yang dimiliki semua rumah di kawasan miskin itu, bahkan telepon umum banyak yang rusak. Akhirnya Carlos dapat menemukan sebuah rumah yang memperkenankan mereka memakai telepon untuk memberitahu ibu Majito dan minta dijemput. Karena sedang sibuk, ibu Majito menjawab akan menjemput jam 6 sore.
Keduanya lalu berupaya mencari kesibukan selama menunggu jemputan ibunya. Carlos mengajak ke rumahnya dan Majito menawarkan untuk bermain playstation. Sialnya, karena sistem sambungan koneksi listrik yang buruk, terjadi hubung pendek yang menyebabkan playstation rusak.
Carlos mengusulkan untuk memperbaiki playstation ke Jesus seorang ahli elektronik di kawasan itu. Karena Jesus sedang sibuk, dijanjikan satu jam lagi balik ke rumahnya sambil diberikan secarik kertas sebagai tanda terima perbaikan. Kembali ke rumah Carlos sudah waktunya makan siang. Carlos menyiapkan makan siang seadanya, karena ia tinggal hanya bersama neneknya yang saat itu pergi ke penjara untuk menjenguk ayah Carlos. Ibu Carlos sudah meninggal dunia, sedang ayahnya masuk penjara karena dalam sebuah perkelahian tidak sengaja membunuh lawannya.
Keegoisan anak orang kaya diperlihatkan dalam film ini, saat Majito minta izin ke kamar kecil. Ternyata ia menyantap bekal ibunya tanpa niat berbagi kepada Carlos. Sialnya, roti yang sedang dimakan terjatuh ke lubang toilet dan terpaksa dilempar keluar rumah yang langsung menjadi santapan seekor anjing.
Majito akhirnya menyadari keegoisannya, saat Carlos dengan rela membagi dua makanan yang ada termasuk satu telur yang dibuatnya. Majito tidak makan banyak, mungkin tidak selera dengan makanan seadanya, dan sisa makanan dibuang keluar rumah agar dimakan anjing. Carlos bingung, karena biasanya anjing mau makan apa saja, tapi hari itu tidak segera menghabiskan sisa makanan yang dibuangnya.
Kembali ke rumah Jesus, diperoleh kabar bahwa kerusakan dapat diperbaiki dengan biaya 400 peso karena ada komponen mahal yang harus diganti. Majito memaksa perbaikan harus diselesaikan hari itu juga, meski semula Jesus menjanjikan keesokan harinya.
Carlos dan Majito harus berpikir keras guna mendapatkan 400 peso, mereka lalu membersihkan sampah rumah orang, mencari botol dan membersihkannya untuk dijual ke pedagang saus tomat, memompa ban, hingga menjual burung merpati ke seorang dukun voodoo. Saat memberikan jasa memompa ban, Majito sempat memberikan layanan gratis pada seorang gadis cantik. 
Dalam perjalanan ke rumah dukun voodoo, mereka meminjam sepeda, dan hampir saja sepedanya dirampas gang anak berandal, untungnya ada patroli tentara lewat hingga gang itu lari meninggalkan mereka. Dengan terkumpulnya 400 peso, keduanya kembali ke rumah Jesus untuk mengambil playstation.
Setiba di rumah, mereka ingin segera bermain playstation namun kesialan kembali mendera keduanya, listrik di kawasan itu padam. Carlos mengajak Majito menyusuri perkampungan, sialnya hujan turun. Gang anak-anak mengajak bermain sepakbola, Carlos langsung menyanggupi. Majito semula enggan karena oleh ibunya selalu dilarang bermain saat hujan. Akibat rayuan anak-anak, akhirnya Majito ikut juga bermain.
Sementara itu sang guru yang merasa bersalah karena kurang memperhatikan Majito, mengejar dengan mobil sewaan semacam angkot di Indonesia, hanya saja yang digunakan mobil tua dengan isi 4-5 penumpang. Sang guru harus sabar menunggu penumpang lain, karena bila mau berangkat sendiri harus membayar 120 peso. Setibanya di Guanabo, sang guru menemui sopir bis dan mendapat penjelasan Majito turun di dekat kuburan.
Sore harinya, sang ibu dan sang ayah yang mendapat informasi dari sang guru bahwa Majito turun di dekat kuburan, berusaha mencarinya, namun gagal karena mereka tidak masuk ke perkampungan. Orang tua Majito minta bantuan televisi untuk memberitakan anak hilang.
Sang guru setelah agak tenang dapat berpikir jernih, lalu mengetahui bahwa teman sekelas Majito yang tinggal di dekat kuburan adalah Carlos, lalu ia pergi ke rumah Carlos dan berjumpa dengan nenek Carlos. Tak lama kemudian, Majito dan Carlos kembali ke rumah dalam keadaan basah kuyub. Setelah memastikan Majito ada disitu, sang guru menghubungi orang tua Majito untuk menjemput di rumah Carlos.
Sang nenek yang baru kembali menengok ayah Carlos di penjara membawakan hadiah sebuah layang-layang yang dibuat ayahnya. Kedua anak ini langsung ke luar rumah untuk bermain layang-layang. Sialnya, saat layang-layang sudah mengudara, diambil paksa oleh gerombolan berandal.
Carlos yang sangat menghargai hadiah ayahnya, tanpa berpikir panjang menghampiri rumah anak gerombolan berandal dan meminta layang-layang dikembalikan. 
Maka terjadilah perkelahian, dengan tangan kosong Carlos unggul, lalu lawannya mengeluarkan pisau. Majito memberikan bambu kepada Carlos untuk mengimbangi lawannya hingga akhirnya mampu melepaskan pisau dari genggaman tangan lawannya. Hampir saja Carlos menghabisi lawannya dengan bambu ditangannya bila tidak dicegah oleh Majito.
Ke duanya berhasil mengambil kembali layang-layang, dalam perjalanan pulang ke rumah, mereka melalui rumah yang sedang berpesta, para tamu menari salsa dengan irama musik rumba. Majito menjumpai gadis cantik yang pernah ditemuinya saat menjual jasa memompa ban dan dengan jantan memberikan ciuman perpisahan karena harus pulang dan berjanji akan sering menemui sang gadis. 
Dan saat kembali ke rumah Carlos, orang tua Majito sudah tiba. Majito menghadiahkan playstation nya kepada Carlos, yang telah memberikan banyak pengalaman kehidupan selama tersesat di perkampungan miskin itu.
Film yang diproduksi tahun 2011 ini, memberikan gambaran situasi Cuba pada era 8 tahun yang lalu. Sistem komunikasi yang masih buruk, sistem transportasi yang masih menggunakan mobil tua dan bandara yang sederhana serta stasiun televisi yang masih kuno. Mungkin sekarang sudah ada perbaikan.
Paling tidak dengan menyaksikan film ini, penonton sudah mendapat gambaran sebagian potret kehidupan di Cuba, tanpa harus mengunjungi Cuba.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun