Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

#2019 Ganti Plastik

26 Desember 2018   13:59 Diperbarui: 26 Desember 2018   14:31 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah plastik (sumber: www.beritanasiona.co)

Plastik adalah material yang baru dikembangkan pada abad ke 20, namun mampu berkembang dengan pesat. Bila semula pada tahun 1930 penggunaan plastik hanya sekitar ratusan ton, maka pada tahun 2005 sudah mencapai 220 juta per tahun. 

Penemuan plastik adalah kemajuan besar, karena mampu mengurangi penebangan pohon yang lebih merusak eco-system hutan sebagai paru-paru dunia.

Baru pada menjelang abad ke 21, mulai diketahui bahwa ternyata limbah plastik sangat berbahaya bagi lingkungan hidup karena sulit terurai. Beberapa pasar swalayan sudah menerapkan peraturan bahwa pembeli wajib membawa tempat belanjaan sendiri, karena bila ingin menggunakan kantong plastik dari pasar swalayan akan dikenakan beaya. 

Ironisnya, karena pasar swalayan takut kehilangan pelanggan, maka harga kantong plastiknya hanya dikenakan beaya sangat murah, bahkan tak terasa oleh pelanggan pasar swalayan yang rata-rata berkantong tebal dan kurang peduli pada lingkungan hidup. Pasar swalayan hanya mengenakan beaya 200 Rupiah per kantong plastik dan mengganjar diskon 100 Rupiah bagi pelanggan yang membawa tempat belanjaan sendiri. Gagal total.

Akhirnya menjelang tahun 2019, upaya untuk menggantikan bahan plastik untuk keperluan Food & Beverages mulai muncul kembali. Gencar dikumandangkan untuk mengganti piring plastik atau kemasan plastik dengan kembali  ke alam menggunakan daun pisang. 

Uniknya daun pisang itu dapat dibentuk menjadi bermacam-macam seperti Tum, Pinjung, Tempelang, Sumpil, Takir, Samir, Sudi dan Pincuk.  Juga mulai diregulasikan upaya untuk tidak menyediakan sedotan plastik untuk setiap minuman yang dipesan di cafe maupun rumah makan.

Contoh penggunaaan daun pisang (sumber: budaya Kediri)
Contoh penggunaaan daun pisang (sumber: budaya Kediri)
Penggunaan plastik cepat berkembang, karena sebagai sarana pembungkus, plastik sangat praktis dan murah. 

Dari pasar konvensional hingga pasar swalayan mewah, dengan mudahnya membagikan kantong plastik sebagai sarana pembungkus barang belanjaan. Dari kantong plastik yang berwarna putih, merah hingga hitam, maupun yang disablon nama merek si pemilik toko. 

Di pasar ikan konvensional, Anda dapat menemukan ikan yang dibungkus kantong plastik rangkap tiga,  di pasar tradisional, Anda akan diberikan kantong plastik rangkap dua bila Anda membeli kelapa parut. Dapat dibayangkan berapa kantong plastik akan menjadi limbah di rumah  Anda.

Dengan banyaknya penggunaan kantong plastik, akibatnya limbah plastik otomatis meningkat drastis. Belum lagi masih banyak orang yang kurang peduli terhadap lingkungan hidupnya. 

Kantong plastik maupun kemasan plastik lainnya dibuang sembarangan di depan rumah, di jalanan, di sepanjang rel kereta api, di sungai maupun di laut. Sehingga tidak heran bila Anda pernah naik kapal nelayan dari Jakarta ke Kepulauan Seribu, sangat sedih melihat kantong plastik yang terapung-apung di tengah laut.

Program edukasi bahaya sampah plastik harus terus menerus digaungkan. Karena limbah plastik paling sulit terurai. Jadi, program minimalisasi penggunaan plastik harus terus diupayakan. Bila manusia masih menghendaki penggunaan kantong plastik, gunakanlah berulang kali (re use), jangan sekali pakai sekali buang. 

Beberapa perusahaan juga sudah berupaya menanggulangi limbah plastik dalam program CSR seperti yang dilakukan Chandra Asri mencampur 2 juta lembar sampah kantong plastik dengan aspal untuk pembuatan jalan serta memberdayakan 1.500 kepala keluarga peduli sampah plastik dengan Program Manajemen Sampah.

Seharusnya perusahaan produsen plastik juga harus bertanggung jawab lebih besar dan harus dilibatkan dalam upaya penanggulangan limbah kantong plastik. Mereka harus membuat pabrik daur ulang limbah plastik, sebagai salah satu wujud pertanggung jawabannya.

Beberapa solusi yang patut diterapkan adalah :

Di Mumbai, India, toko mengharuskan pembeli kantong plastik berkualitas tinggi dengan harga cukup mahal, sehingga mampu digunakan berkali-kali (re use), orang akan sayang membuangnya sekali pakai. Bawalah kantong belanja sendiri tiap ingin berbelanja ke pasar swalayan atau pasar tradisional.

Isteri-isteri Anda bila berbelanja atau jajan di pasar untuk membeli ikan / ayam / sapi, bawalah kotak makanan atau sejenisnya guna mengurangi penggunaan kantong plastik. Dan kabarnya di Indonesia mulai 2019, caf dan rumah makan tidak lagi menyediakan bungkus plastik dan Styrofoam.

Pada rapat kantor tidak menyediakan air minum dalam kemasan, tetapi menyediakan air dalam galon, sehingga memaksa peserta rapat membawa tumbler (botol minuman) sendiri-sendiri. Penggunaan botol minuman lebih ekonomis, estetis dan higienis, serta dapat diisi bermacam minuman yang Anda sukai.

Menerapkan denda yang cukup besar, misal 500 ribu Rupiah bagi karyawan perusahaan yang masih menggunakan bahan plastik untuk tempat makan dan sedotan plastik. Denda ini jangan diterapkan di masyarakat umum, karena pasti akan menimbulkan gejolak, apalagi di tahun politik.

Bila sudah menjadi budaya bagi para karyawan kantoran, maka lambat laun akan menular ke anak-anak, asisten rumah tangga, sopir, tetangga hingga relasi.

Minumlah minuman apapun langsung dari gelasnya, tidak perlu lagi menggunakan sedotan plastik. Baik itu juice maupun kopi, seruputlah akan lebih mantap. Untuk juice yang kental misal alpukat, gunakanlah sendok.

Jadi, ingat-ingat ya teman-teman, tahun 2019 ganti pemakaian bahan plastik agar lingkungan Anda lebih terjaga dari bahaya limbah plastik. Ayo #2019GantiPlastik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun