Di Indonesia, motor atau tepatnya sepeda motor sering menjadi raja jalanan. Tidak pada tiap hari kerja saja, bahkan pada liburan Lebaran, sepeda motor mendominasi jalanan pantai Utara Jawa. Selain sepeda motor baru hasil kreditan, sepeda motor tua juga saling menyalip di jalanan.
Selama liburan di Hokkaido Jepang, saya sangat jarang melihat sepeda motor melintas di jalan raya, baik moge (motor gedhe) maupun sepeda motor standar. Di Jepang yang menjadi raja jalanan justru mobil, sepeda dan kendaraan angkutan barang.
Ini tentu suatu fenomena menarik, karena Jepang sebagai penguasa pasar penjualan sepeda motor di Indonesia mampu meraup omzet 5.750.000 unit per tahun. Tentu ada alasan mendasar yang sangat kuat, mengapa sepeda motor tidak menjadi sarana transportasi utama di negara pembuatnya.
Alasan pertama adalah soal cuaca yang tidak memungkinkan untuk mengendarai sepeda motor pada musim dingin atau bahkan pada musim semi sekalipun. Udara dingin yang menusuk tulang, tentu membuat pengendara sepeda motor menggigil kedinginan.
Alasan kedua adalah soal keamanan (safety). Sepeda motor adalah bukan sarana transportasi yang aman, khususnya untuk jarak jauh. Di Indonesia menurut statistik sekitar 40.000 pengendara sepeda motor meninggal setiap tahun di jalan raya.
Kondisi ini tentu disadari oleh penduduk Jepang, mereka tidak ingin mempertaruhkan nyawanya di jalan raya. Sebaliknya di Indonesia nyawa tampaknya harganya "jauh lebih murah", maka orang Indonesia seakan-akan memiliki keberanian lebih sehingga tidak segan memacu sepeda motor di jalan raya.
Bahkan ada yang nekad mudik membawa anak dan istrinya dengan sepeda motor. Hal ini taruhannya adalah nyawa satu keluarga.
Di banyak negara sepeda motor sudah dilarang digunakan di kota-kota besar. Bahkan di Nigeria yang relatif jauh lebih terbelakang bila dibandingkan dengan Indonesia, Okada (sepeda motor dalam bahasa Nigeria) juga sudah dilarang di kota Lagos.
Sementara di Indonesia, jumlahnya terus bertambah dari tahun ke tahun, bahkan para produsen sepeda motor berlomba mempermudah transaksi sepeda motor, dengan memberikan kredit lunak. Pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan belum pernah melakukan pembatasan apapun.
Kendalanya, bila dilakukan pembatasan, seolah Pemerintah kurang membela rakyat kecil atau wong cilik, karena sebagian besar rakyat Indonesia kemampuan finansialnya masih sampai taraf membeli sepeda motor, itupun masih dilakukan dengan cara angsuran. Penggunaan fasilitas moda transporatasi umum masih belum nyaman, sehingga orang masih lebih senang mempertaruhkan nyawanya dengan mengendarai sepeda motor.
Belum lagi para pengendara sepeda motor yang tidak taat aturan lalu lintas, demi memperpendek dan mempercepat jarak, mereka tidak segan mengendarai lawan arah, tanpa memikirkan keselamatan pribadi maupun pengguna jalan lainnya. Kalau diingatkan mereka bahkan jauh lebih galak dari yang taat aturan. Kapan dan bagaimana agar rakyat Indonesia bisa lebih beradab? Revolusi mental jawabannya.