Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Macau Sekarang Juga "Fine City"

10 Juni 2018   22:15 Diperbarui: 13 Juni 2018   07:25 685
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tri-shaw, foto kuno di hotel Fu Hua (dokpri)

Akhirnya jadi juga saya menginjakkan kaki di kota Macau, sebuah kota yang tetap melestarikan budaya East Meet West. Karena tidak ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Macau, maka terpaksa mengambil rute Jakarta - Singapore - Macau dengan Scoot Airline (ex Tiger Airline). 

Masih ada pilihan lain, seperti Jakarta - Kuala Lumpur - Macau dengan Malaysia Airline atau Air Asia,  Jakarta - Manila - Macau dengan Philippine Airline, Jakarta - Beijing - Macau dengan Xian Men Air, Air China atau China Eastern Airlines, Jakarta - Taipei - Macau dengan Eva Air atau Jakarta - Seoul - Macau dengan Korean Air.

Saat mendarat di Macau International Airport suhu sangat bersahabat 21 derajat Celcius, namun begitu sampai di kota, panasnya sangat menyengat. Pertama kali saya menukar US Dollar yang saya bawa dari Indonesia untuk ditukarkan dengan MOP, dapat satuan 500, 100, 50, 20, 10, 5 dan 1. Satuan nominasi 10-500 berupa uang kertas, sedangkan 1-5 berupa uang logam. 

Mata Uang Macau (dokpri)
Mata Uang Macau (dokpri)
Karena banyak tawaran bis gratis, iseng saja naik, ternyata dibawa ke hotel-hotel yang memiliki casino. Yah, Macau memang pantas mendapat julukan sebagai "Little Vegas", meski jumlah hotel dengan casinonya tidak sebanyak jumlah hotel dengan casino di Las Vegas. Meski sudah berada dalam satu kompleks, namun tidak semeriah Las Vegas dengan The Strip-nya. Terdapat hotel dan casino asal Las Vegas seperti Venetian, MGM, Sands, Four Season, dan Parisian.

Konon kabarnya omzet casino di Macau ini jauh lebih besar ketimbang omzet casino di Las Vegas, mungkin disebabkan warga Tionghoa memang memiliki minat berjudi yang tinggi, jadi Macau selalu dipenuhi oleh warga Tionghoa dari Mainland China, HongKong serta dari negara-negara lainnya. Casino di Macau menerapkan aturan yang sangat ketat terhadap batasan usia, jadi bagi Anda yang berwajah imut-imut, pasti akan diperiksa paspornya guna membuktikan bahwa usia Anda sudah diatas 21 tahun.

Casino di Macau (dokpri)
Casino di Macau (dokpri)
Di sepanjang lorong hotel yang memiliki casino, saya mendapatkan peringatan dimana-mana untuk dilarang merokok dengan denda yang cukup besar, yakni MOP 1.500 (1 MOP atau Macau Patacas setara dengan 1 HK$ atau Rp. 1700,- untuk kurs bulan Juni 2018). Selain itu juga banyak peringatan dilarang membuang sampah sembarangan dengan denda MOP 600, pantasan kotanya meski kuno tetapi  bersih. Jadi, Macau sekarang sudah setara dengan Singapore yang semenjak dulu terkenal sebagai "Fine City".

Icon Kota Macau

Setelah puas jalan-jalan menyaksikan kemegahan casino di "The Strip-nya Macau", saya melanjutkan perjalanan dengan bis gratis hotel casino menuju Terminal Maritimo De Passageiros Da Taipa. Disini terdapat dua fasilitas untuk menuju "sister company" Macau, yakni HongKong, dapat menggunakan ferry dan helikopter. Setelah makan siang, dengan menggunakan  transportasi publik alias bis kota dengan biaya MOP 6 menuju suatu daerah yang disebut "kota" bagi Macau. 

Sebuah kawasan kuno dengan banyak toko-toko di kiri kanan jalan dan nama jalannya masih berbau Portugis, seperti Rua de Santo Antionio, Estrada do Repouso, Avenida de Hosta e Costa dan sejenisnya.

Luar biasanya kota ini sangat ramah dengan pejalan kaki alias pedestrian, di setiap jalan selalu terdapat akses yang cukup luas bagi pejalan kaki. Untuk keperluan menyeberang dari satu jalan ke jalan lainnya selalu terdapat zebra cross yang sangat ditaati oleh para pengguna kendaraan roda empat maupun roda dua dan bis kota.

Bagi Anda yang bepergian tanpa menggunakan tour leader atau pemandu wisata, tidak perlu kawatir, karena petunjuk arah untuk ikon-ikon wisata kota Macau tersedia dengan jelas. Dengan mudah saya segera dapat menemukan arah menuju Ruinas de S. Paulo atau Ruins of St. Pauls dan Largo do Senado atau Senado Square. Ruinas de S. Paulo adalah bagian depan dari gereja St. Pauls yang masih utuh, padahal seluruh bangunan gereja terbakar habis pada tahun 1835, sedangkan Senado Square adalah lapangan yang sangat terkenal untuk perayaan dengan warna pastel dari bangunan neo-klasikal yang sangat kental dengan suasana Mediteranian.

Ruins of St. Pauls (dokpri)
Ruins of St. Pauls (dokpri)
Senado Square (dokpri)
Senado Square (dokpri)
Dua kawasan ini adalah kawasan turis yang selalu penuh dengan wisatawan, baik yang bepergian sendiri maupun dalam kelompok wisata yang dipandu oleh pemandu wisata. Toko-toko disepanjang jalan menawarkan sepatu olahraga, kue-kue khas Macau seperti egg taart, dendeng babi, dan tentunya aneka penjual minuman dari softdrink, air minum dalam kemasan, juice, teh dan kopi. 

Panasnya kota Macau membuat pedagang minuman selalu dipenuhi para pengunjung yang kehausan. Harga minuman tentu harga turis, seperti layaknya kawasan wisata, bervariasi dari MOP 20-30. Anda pun bisa kenyang bila mau menerima contoh atau sample kue dan dendeng.

Karena sudah kelelahan berjalan kaki, saya mencoba mencari taxi untuk menuju ke hotel. Sekali lagi pengalaman pahit menimpa saya, seperti saat saya bepergian ke Sanya, Tiongkok Selatan beberapa tahun yang silam. Sopir taxi menolak mengantarkan saya ke hotel, gara-gara saya tidak dapat menunjukkan nama hotel dalam aksara Mandarin. Jadi, tips bagi Anda sekalian, bila bepergian ke negara Tiongkok, sebaiknya catat nama hotel dalam aksara Mandarin, jangan hanya mencatat dalam aksara Latin, mereka banyak yang tidak tahu atau bisa salah hotel bila penyebutannya kurang tepat.

Karena tidak ada taxi yang mau mengantar, terpaksa membuka peta kota Macau, akhirnya ketemu juga alamat hotel yang ternyata tidak begitu jauh dari kawasan Ruinas de S. Paulo. Sore dan malam hari saya memutuskan untuk istirahat total agar besok pagi masih bisa melanjutkan berpetualang di kota Macau. Makan malam di dekat hotel, yang perlu dicatat, porsi makanan di Macau itu luar biasa besar, bisa untuk share ber dua, harga bervariasi antara MOP 27-55 tergantung dari menu yang dipilih.

Porsi besar Rice Noodle Shrimp Wonton (dokpri)
Porsi besar Rice Noodle Shrimp Wonton (dokpri)
Tiga hal yang saya perhatikan pada kota Macau, meski warga Macau sudah akrab dengan gawai, namun telepon umum yang menggunakan uang logam (coin) masih banyak dan berfungsi di beberapa tempat. Untuk parkir sudah menggunakan Parking Meter, seperti yang pernah diberlakukan di beberapa jalan di ibukota Jakarta saat Basuki Tjahaja Purnama masih menjadi Gubernur DKI Jakarta. 

Satu lagi yang masih aktif di jalan, adalah becak tiga roda alias pedicab (tri cyclo). Beda dengan becak di Indonesia, kalau becak di Indonesia penumpangnya duduk di depan, abang becaknya mengayuh di belakang, namun tri-cyclo, penumpang duduk di belakang, sedangkan abang becaknya mengayuh di depan. Tri-cyclo ini pada tahun 1948 berhasil menggantikan rickshaw untuk mengantar tamu keliling kota Macau, dan pada masa jayanya mencapai 700 tri-cylco dengan 1.000 pengemudi. Kini, sudah tidak lazim digunakan di jalanan, dan hanya masih ada beberapa tri-cylco di depan hotel Grand Lisboa, dan masih dapat mengantar Anda ke beberapa ikon wisata di Macau untuk tujuan pariwisata saja.

Tri-shaw, foto kuno di hotel Fu Hua (dokpri)
Tri-shaw, foto kuno di hotel Fu Hua (dokpri)
Tunggu ya, kisah blusukan di kota Macau hari berikutnya ....

(Macau, June 10, 2018)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun