Akhirnya jadi juga saya menginjakkan kaki di kota Macau, sebuah kota yang tetap melestarikan budaya East Meet West. Karena tidak ada penerbangan langsung dari Jakarta ke Macau, maka terpaksa mengambil rute Jakarta - Singapore - Macau dengan Scoot Airline (ex Tiger Airline).Â
Masih ada pilihan lain, seperti Jakarta - Kuala Lumpur - Macau dengan Malaysia Airline atau Air Asia, Â Jakarta - Manila - Macau dengan Philippine Airline, Jakarta - Beijing - Macau dengan Xian Men Air, Air China atau China Eastern Airlines, Jakarta - Taipei - Macau dengan Eva Air atau Jakarta - Seoul - Macau dengan Korean Air.
Saat mendarat di Macau International Airport suhu sangat bersahabat 21 derajat Celcius, namun begitu sampai di kota, panasnya sangat menyengat. Pertama kali saya menukar US Dollar yang saya bawa dari Indonesia untuk ditukarkan dengan MOP, dapat satuan 500, 100, 50, 20, 10, 5 dan 1. Satuan nominasi 10-500 berupa uang kertas, sedangkan 1-5 berupa uang logam.Â
![Mata Uang Macau (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/06/10/macau-duit-5b1d3e07bde5752e0d37e3e3.jpg?t=o&v=770)
Konon kabarnya omzet casino di Macau ini jauh lebih besar ketimbang omzet casino di Las Vegas, mungkin disebabkan warga Tionghoa memang memiliki minat berjudi yang tinggi, jadi Macau selalu dipenuhi oleh warga Tionghoa dari Mainland China, HongKong serta dari negara-negara lainnya. Casino di Macau menerapkan aturan yang sangat ketat terhadap batasan usia, jadi bagi Anda yang berwajah imut-imut, pasti akan diperiksa paspornya guna membuktikan bahwa usia Anda sudah diatas 21 tahun.
![Casino di Macau (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/06/10/macau-casino2-5b1d39fbf133444b4471e433.jpg?t=o&v=770)
Icon Kota Macau
Setelah puas jalan-jalan menyaksikan kemegahan casino di "The Strip-nya Macau", saya melanjutkan perjalanan dengan bis gratis hotel casino menuju Terminal Maritimo De Passageiros Da Taipa. Disini terdapat dua fasilitas untuk menuju "sister company" Macau, yakni HongKong, dapat menggunakan ferry dan helikopter. Setelah makan siang, dengan menggunakan  transportasi publik alias bis kota dengan biaya MOP 6 menuju suatu daerah yang disebut "kota" bagi Macau.Â
Sebuah kawasan kuno dengan banyak toko-toko di kiri kanan jalan dan nama jalannya masih berbau Portugis, seperti Rua de Santo Antionio, Estrada do Repouso, Avenida de Hosta e Costa dan sejenisnya.
Luar biasanya kota ini sangat ramah dengan pejalan kaki alias pedestrian, di setiap jalan selalu terdapat akses yang cukup luas bagi pejalan kaki. Untuk keperluan menyeberang dari satu jalan ke jalan lainnya selalu terdapat zebra cross yang sangat ditaati oleh para pengguna kendaraan roda empat maupun roda dua dan bis kota.
Bagi Anda yang bepergian tanpa menggunakan tour leader atau pemandu wisata, tidak perlu kawatir, karena petunjuk arah untuk ikon-ikon wisata kota Macau tersedia dengan jelas. Dengan mudah saya segera dapat menemukan arah menuju Ruinas de S. Paulo atau Ruins of St. Pauls dan Largo do Senado atau Senado Square. Ruinas de S. Paulo adalah bagian depan dari gereja St. Pauls yang masih utuh, padahal seluruh bangunan gereja terbakar habis pada tahun 1835, sedangkan Senado Square adalah lapangan yang sangat terkenal untuk perayaan dengan warna pastel dari bangunan neo-klasikal yang sangat kental dengan suasana Mediteranian.