Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kompas 52 Tahun, Terus Menjadi Media Kepercayaanku

29 Juni 2017   12:39 Diperbarui: 29 Juni 2017   23:44 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Usiaku hampir sepantaran dengan usia Kompas, sama-sama sudah melewati paruh setengah abad. Aku masih ingat sekali, saat keluargaku memutuskan untuk beralih berlangganan Kompas cetak, saat koran cetak nasional yang dilanggani keluarga kami kena bredel.

Pilihan Keluarga

Semenjak saat itu Kompas cetak selalu menjadi santapan keluarga kami setiap pagi. Ketika kehidupan ekonomi keluarga kami agak redup karena harus menutup toko di rumah kami, kami tetap mempertahankan Kompas, dengan menutup langganan koran lokal. Meski sempat terjadi perdebatan kecil dalam keluarga kami, karena orang tua lebih menyukai koran lokal, sedangkan anak-anak lebih menyukai Kompas.

Saat harus meninggalkan kota kelahiran dan menempuh jenjang pendidikan tinggi di luar kota, saya senantiasa membaca Kompas melalui koran yang tersedia di perpustakaan. Saat mulai memasuki dunia kerja, saya juga tetap membaca Kompas sebagai bacaan tiap pagi. Bahkan perusahaan saya senantiasa beriklan di Kompas, meski tarif iklan tiap tahun naik dan terbilang termahal. Namun karena dampaknya lebih luas, beriklan di halaman Kompas pasti lebih bermanfaat dan berdampak positif pada perkembangan penjualan produk yang kami pasarkan.

Dapur Kompas

Bahkan karena kedekatan saya dengan media Kelompok Kompas Gramdia (KKG), saya pernah berkesempatan mendapat kesempatan untuk mengunjungi dapur Kompas di Palmerah dengan meninjau proses pencetakan koran Kompas pada suatu malam hingga pendistribusian koran di Blok M. Kesempatan langka ini berkat undangan khusus dari adik kandung Kompas yakni Warta Kota.

Kenapa saya memilih Kompas, tentunya karena tulisan, artikel dan beritanya yang lugas dan terpercaya. Kebetulan saya mendalami tentang teknologi informasi, dan berhasil memasukkan beberapa tulisan saya untuk tampil di halaman koran Kompas.

Munculnya media daring

Seiring kemajuan teknologi, khususnya media daring, eksistensi Kompas cetak saya amati mulai kedodoran alias kehilangan pelanggan akibat mantan pelanggan lebih memilih media daring, yang lebih cepat menurunkan berita. Hal ini terlihat dari pola promosinya yang mulai memberikan diskon dan hadiah, yang tidak pernah dilakukan oleh manajemen Kompas selama belum ada media daring.

Lucunya, meski saya juga mulai tertarik pada media daring, namun saya tetap belum bisa meninggalkan Kompas. Kenapa? Karena media daring hanya unggul dalam kecepatan penampilan berita, namun pendalaman, analisa, referensi dan keakuratan berita, prinsip check and recheck tetap hanya bisa didapatkan melalui Kompas yang analisanya selalu tajam, terpercaya dan tidak memihak.

Terlebih sejak media sosial makin marak, eksistensi koran cetak makin tergerus, bahkan banyak media cetak luar dan dalam negeri bertumbangan, sedihnya banyak majalah dari KKG juga ikut gulung tikar. Kompas cetak tetap berusaha eksis dengan tampil sebagai media elektronik juga di situs kompas.id (sebelumnya menggunakan istilah e-paper), serta didukung oleh adik kandungnya media daring kompas.com yang akhirnya melahirkan jurnalisme warga Kompasiana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun