Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Catatan dari Inggris: Apartemen

26 Juni 2017   12:28 Diperbarui: 26 Juni 2017   15:03 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AirBnB (Sumber: www.theweek.com)

Bepergian ke luar kota atau ke luar negeri, selain memikirkan transportasi juga perlu memikirkan penginapan. Dulu lazimnya, Anda akan melakukan pembukuan hotel terlebih dulu baik melalui biro perjalanan, maupun ke situs hotel. Seiring berkembangnya situs daring, Anda juga dapat memesan hotel melalui situs daring, seperti Agoda.com, Tiket.com, Traveloka.com, TripAdvisor.com dan sejenisnya. Dengan berbekal voucher hotel, Anda dapat dengan tenang mendarat di bandara tujuan, lalu menggunakan taksi atau kendaraan publik menuju ke hotel.

Perkembangan situs daring kini juga menawarkan sewa menyewa penginapan non hotel. Bisa berupa rumah atau apartemen, dan hal ini dapat diakses melalui situs AirBnB. Tinggal di apartemen di negara asing via AirBnB tentu tidak sama dengan tinggal di hotel. Suasananya berbeda, serasa seperti menjadi penduduk lokal dan berbaur bersama tetangga.

Ketika saya sedang jalan kaki di pagi hari di depan apartemen yang kami sewa, tetangga sebelah sedang membersihkan halaman rumahnya. Dia adalah seorang perempuan setengah baya berusia sekitar 50 tahunan. Dia tinggal bersama dua anaknya, di mana satu di antaranya kelihatannya mengalami gangguan pertumbuhan dan hanya mampu duduk di kursi roda. Kami saling menyapa, layaknya tetangga sebelah rumah di Indonesia. Dari dia, saya banyak mendapatkan informasi tentang kota London dan akses transportasinya. Terutama tentang rumah makan yang berada di seputaran apartemen tempat kami tinggal. Asyik juga ya, serasa tinggal bersama penduduk lokal kota London.

Bagi saya ini bukan pertama kalinya saya memesan apartemen melalui situs daring. Waktu pergi ke Boston beberapa tahun lalu, saya juga tinggal di apartemen. Saat itu pemesanan melalui VRBO, sejenis AirBnB yang hanya fokus pada pasar di Amerika. Bisnis akomodasi via daring yang memanfaatkan model bisnis Ekonomi Berbagi memang berkembang sangat pesat. AirBnB saat ini melayani sekitar 580.000 tamu setiap harinya, atau hampir 210 juta pelanggan setiap tahun. Cakupannya mencapai 44.000 kota di 115 negara di seluruh dunia. Bahkan nilai perusahaannya yang sebesar USD 30 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tiga chain hotel terbesar di dunia, yaitu Hilton, Hyatt dan Accor.

Padahal AirBnB sama sekali tidak memiliki satupun apartemen, rumah atau hotel. Yang lebih menarik lagi adalah di beberapa negara di Eropa, Anda bahkan dapat menyewa castle untuk jangka waktu pendek, bagi Anda yang ingin memiliki pengalaman tinggal di castle seperti seorang raja di abad pertengahan.

AirBnB adalah jaringan pasar daring penginapan dan rumah yang memungkinkan pengguna menyewa properti untuk digunakan dalam jangka waktu pendek, sebaliknya bagi pemilik properti dapat mendaftarkan propertinya untuk disewakan. AirBnB membantu proses sewa menyewa dengan praktis, aman, melakukan proses komunikasi yang mudah antara pemilik dan penyewa hingga mengatur proses pembayaran. Bahkan bila penyewa merasa tidak puas, karena properti yang disewa tidak sesuai dengan keinginannya, terdapat sistem pengembalian uang sewa yang telah dibayarkan.

Ekonomi Berbagi

Dunia memang sudah berubah. Aset strategis yang tadinya harus dimiliki dan diisolasi seperti pada teori berbasis sumber daya (resource based theory), kini tidak mutlak harus dimiliki, asalkan bisa diakses. Model bisnis ekonomi berbagi merubah secara radikal konsep "penguasaan asset strategis". Yang paling menarik adalah AirBnB konon adalah perusahaan ekonomi berbagi yang sudah mampu membukukan keuntungan operasional, atau minimal tidak mengalami kerugian arus kas bersih, sementara perusahaan sejenis di bidang transportasi masih menderita kerugian operasional yang luar biasa. Uber misalnya mencatat kerugian USD 3 milyard di tahun 2016 dan USD 700 juta di kuartal pertama tahun 2017. Ini salah satu hal yang memaksa CEO nya, Travis Kalanick, mundur sementara.

Kini di era Internet of Things, perusahaan Ekonomi Berbagi sudah makin menguasai kehidupan manusia, mulai dari penginapan, transportasi bahkan mungkin hingga kebutuhan manusia lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun