Ke Condet yuk? Demikian ajakan dari komunitas jalan-jalan dan kuliner, Jakarta Food Traveler. Langsung terbersit segudang tanya, ada apa dengan Condet? Condet, sebuah kawasan di Jakarta Timur, tidak jauh dari Cililitan. Di kawasan ini hidup berdampingan warga Betawi dan pendatang yang kebanyakan warga Arab.
Toko Parfum
Sebagai titik kumpul, kami gunakan Pasar Grosir Cililitan, lalu kami mulai berjalan kaki menuju jalan Condet Raya. Â Di ujung jalan Condet Raya, kami menemukan banyak toko parfum. Warga Arab di Condet yang pertama kali membuka toko parfum adalah Wahi. Seiring dengan siar agama Islam, Wahi mendirikan masjid al Wahi. Makin lama makin banyak pedagang parfum berjajar dari ujung jalan Condet Raya. Selain parfum, mereka juga menjual baju gamis, kurma, peralatan musik Arab dan kuliner Arab.
Kebun Salak
Mengejutkan ketika muncul sebuah odong-odong, kendaraan yang biasa memuat anak-anak untuk berputar pada suatu kawasan. Kali ini Jakarta Food Traveler akan membawa peserta ke kebun salak dengan odong-odong tersebut.
Salak Condet, buah yang menjadi ikon kota Jakarta, terbilang langka dan hanya bisa dijumpai di kawasan Condet. Semula kawasan Condet ini berupa kebun salak dan buah-buah lainnya. Kini hanya tersisa tanah seluas 3,5 HA, yang diselamatkan oleh Pemprov DKI Jakarta dan dibawah Dinas Kelautan, Pertanian dan Ketahanan Pangan (KPKP). Disini dibudi dayakan aneka buah khas Condet, khususnya salak.
Meski sudah dipugar dengan jalan setapak yang rapi, namun tempat ini belum dibuka untuk umum sebagai kawasan argo wisata. Komunitas yang telah mendapat izin dari Dinas KPKP saja yang boleh memasuki area ini.
Kunjungan Jakarta Food Traveler untuk mengeksplorasi kebun salak, diterima oleh Ketua RT dan karyawan Dinas KPKP. Kami sempat dijamu buah salak yang masih 80% matang, menurut karyawan Dinas KPKP bila datang dua minggu lagi, rasa buah salak akan lebih manis.
![Salak Condet (sumber: Reza)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/05/14/condet-salak-59185d93587b61e511bf703d.jpg?t=o&v=770)
Menurut sejarah, kata Condet berasal dari kata Ciondet - buah buni yang hidup, dan pada tahun 130 Masehi pernah ada kerajaan Salak Sagala. Sahi, pemuda Betawi yang menemani kunjungan kami, menceritakan sejarah Condet. Adalah Abraham van Riberjk yang pernah berjalan menyusuri sungai Ciliwung pada tahun 1706 hingga mencapai pasar Condet.
Juga pernah terjadi pertempuran di vila Nova atau kampung Gedong, yang dulu merupakan markas Belanda. Perlawanan rakyat dipimpin oleh Entong gendut yang mengajak warga menyerang Belanda, karena pajak yang tinggi senilai 25 sen. Dalam pertempuran Entong gendut tertembak dan mayatnya dibuang ke laut.
Perkebunan salak dan duku dibeli oleh orang Belanda lalu diberikan ke warga Condet. Saat kerajaan Mataram menyerang Betawi, dan mengalami kekalahan, sebagian melarikan diri ke daerah Condet dan beranak pinak dengan warga setempat.
Ada banyak datuk yang merupakan keturunan pangeran Jayakarta. Kisah yang paling melegenda dan menjadi nama tempat adalah saat Pangeran Astawana yang menaksir Siti Maemonah, orang tua si gadis minta dibuatkan istana, lalu Pangeran Astawana menyanggupi membuat istana dari batu yang mengampar, itulah asal nama Batu Ampar. Sedangkan nama Bale Kambang, menurut legenda berasal dari bale-bale yang ada pada rumah Betawi saat terkena banjir, bale-bale itu mengambang. Maka jadilah istilah Bale Kambang.
Lopis dan Apem Cangkir
Kami juga sempat mencicipi kudapan khas Betawi, yakni Lopis Betawi dan Apem Cangkir buatan Nyak Menah yang sudah berjualan lopis dan aneka penganan khas Betawi sejak berusia 15 tahun. Kini Nyak Menah sudah berusia 82 tahun, masih aktif berjualan tiap hari, fasih menyanyi lagu Belanda dan Jepang, serta  berpantun. Kalau sudah berpantun seru sekali, karena sulit dihentikan.
![Nyak Menah diwawancarai media TV (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/05/14/condet-nyak-menah-59185dc99a93739d0b74d229.jpg?t=o&v=770)
Selain kedua kudapan khas Betawi, kami mendapat bonus manisan salak yang pedas serta buah potong pepaya dan nenas yang segar hasil petik dari kebun.
Menyusuri Ciliwung
Sambil melihat langsung kampung Betawi Arab Condet, kami menyusuri aliran sungai Ciliwung melalui jalan setapak, yang mendaki dan menurun serta cukup licin. Saat ini aliran sungai Ciliwung cukup lancar dan bersih, semenjak ada pengerukan sungai pada era pemerintahan Basuki-Djarot. Bahkan banjir yang selalu melanda kebun salak dan pemukiman penduduk hampir tidak pernah terjadi lagi. Dalam perjalanan, kami sempat menemukan sisa-sisa banjir, disitu berserakan sampah rumah tangga yang terbawa banjir, Â yang sebaiknya segera dibersihkan guna melindungi warga dari penyakit.
Kunjungan ke Condet, kami akhiri dengan santap siang di Raya Food, sebuah resto khas Arab yang terkenal di kawasan Condet. Tersedia nasi mandy, nasi briyani, nasi kebuli, nasi kabsah, sambosa dan kuliner khas Arab lainnya.
![Nasi Mandy (sumber: Reza)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/05/14/condet-nasi-mandy-59185e08957e615e0b18e913.jpg?t=o&v=770)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI