Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengejar Mimpi dari Lapak Buku

4 Mei 2017   07:51 Diperbarui: 4 Mei 2017   08:27 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dulu saat saya masih tinggal di Matraman dekat Bearland, saya masih sering main ke Senen, entah untuk mencari buku, cari makan atau nonton. Setelah sekian tahun pindah ke Tangsel, saya jarang main ke Senen.

Sabtu lalu, saya sempat main ke Senen bersama teman-teman yang tergabung dalam komunitas Jakarta Food Traveler. Salah satunya mengunjungi lapak buku bekas, yang dulu sering saya kunjungi.

Kawasan penjual buku bekas di Kwitang yang mengingatkan pada film AADC1 saat Rangga dan Cinta melakukan pertemuan disana. Sayangnya, pembangunan kawasan menggerus jumlah lapak pedagang buku bekas, juga maraknya internet membuat omzet pedagang makin menurun, sehingga hanya tinggal beberapa pedagang buku bekas yang masih mampu bertahan. Salah satunya, pak Amri yang sempat kami ajak berdialog.

Pecinta Buku

Berdagang buku bukanlah cita-cita Amri. Selepas lulus dari SMA, Amri ingin mendapatkan penghasilan tinggi saat itu dengan cita-cita bisa menjadi karyawan Pertamina. Maka masuklah ia ke Akamigas di Cepu. Setelah lulus dari Akamigas dan sempat bekerja sebentar di Pertamina, iapun memutuskan untuk mengundurkan diri.

Menuruti passionnya yang gemar membaca, Amri akhirnya memutuskan untuk menjual buku, baik buku baru maupun buku bekas. Saat ia mulai memasuki bisnis ini, suasana lapak buku di Senen masih sangat ramai, omzet per hari kala itu bisa mencapai 2 juta Rupiah. Di kala senggang, sambil menunggu pembeli, Amri rajin membaca buku, buku apa saja, sehingga akhirnya ia bak katalog hidup. Amri tahu persis letak buku Hukum, Sastra maupun Teknik. Bila dalam persediaannya tidak ada, dia tinggal menghubungi temannya, yang dia ketahui memiliki buku tersebut. Layanan pelanggan harus diutamakan.

Amri (baju biru, sumber: Moel)
Amri (baju biru, sumber: Moel)
Tidak hanya sekedar mencarikan buku yang diminta, Amri bahkan sering menjadi konsultan perpustakaan bagi para mahasiswa yang sedang kesulitan mencari buku referensi di saat mengerjakan skripsi S1 bahkan S2. Dengan sigap dia memberikan usulan buku yang perlu dibaca untuk topik skripsi tertentu.

Kini, pasar buku bekas makin sulit, jumlah dagangannya juga makin berkurang seiring berkurangnya teman-teman seprofesinya. Namun kecintaannya pada buku, membuatnya tetap bertahan, meski hanya dengan omzet dua ratus ribu Rupiah per hari. Semoga keluh kesahnya masih didengar Ahok-Djarot maupun Gubernur DKI Jakarta terpilih, agar para pedagang buku bekas, juga bisa mendapatkan lapak yang lebih representatif, seperti revitalisasi pedagang nasi kapau di Senen, agar tidak selalu kejar-kejaran dengan Satpol PP.

Selamat berjuang pak Amri, semoga jasamu selalu dikenang oleh para mahasiswa yang kini sudah menjadi Sarjana. Semoga ada peluang bisnis yang lebih baik di era internet yang makin menjauhkan manusia dari buku cetak dengan maraknya e-book.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun