Masuk lagi ke gang sempit, Anda akan menemukan banyak pedagang pi-oh tim dan sekba. Diantaranya, Anda akan menemukan warung kopi legendaris, yakni Kopi Tak Kie yang terkenal dengan es kopi. Â Disarankan Anda datang agak pagi, agar tidak kehabisan kopi, karena warung kopi ini selalu ramai. Bila Anda datang sekitar tengah hari, dipastikan kopi sudah terjual habis.
Kopi Es Legendaris (Dok Pri)
Menyusuri lorong jalan terdapat  pertokoan obat tradisional Tionghoa yang sudah berusia ratusan tahun. Dan kami mengakhiri trip Glodok di
Pantjoran Tea House (PTH) Â yang terletak tepat diseberang Glodok City Plaza. Â PTH dulunya adalah sebuah apotek dengan nama Chung Hwa, kini direvatilisasi menjadi sebuah restoran kekinian dengan spesialisasi teh. Sebuah tradisi yang tetap dilestarikan adalah Patekoan, yakni meletakkan delapan teko berisikan teh, yang disajikan cuma-cuma untuk para pejalan kaki yang melintas.
Memasuki PTH yang tetap mempertahankan arsitektur asalnya, hanya suasananya sudah dibuat nyaman. Banyak lukisan di dinding yang menggambarkan PTH tempo dulu, juga penempatan lampu yang khas menambah daya tarik rumah makan ini. Disini, Â Anda dapat menikmati kudapan dengan teh panas maupun teh dingin. Bila Anda mau menikmati makanan berat juga tersedia nasi goreng, kweetiauw dan lain-lain.
Tradisi Patekoan (Dok pri)
Glodok memang selalu dirindukan, meski jalanan selalu macet dan susah mencari tempat parkir. Sekali-kali saat libur akhir pekan gunakan kendaraan umum CL atau Busway, turun di perhentian Olimo atau Glodok, lalu berjalan kaki menyusuri rute di atas. Sebuah perjalanan budaya yang akan memperkaya pengalaman hidup akan Anda temukan. Selamat berburu kuliner di Glodok!
Catatan: Tulisan ini telah terpilih sebagai tuiisan terbaik pada Blog Competition oleh Jakarta Food Traveler, Novotel dan Pantjoran Tea House.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya