Mohon tunggu...
Sutiono Gunadi
Sutiono Gunadi Mohon Tunggu... Purna tugas - Blogger

Born in Semarang, travel-food-hotel writer. Movies, ICT, Environment and HIV/AIDS observer. Email : sutiono2000@yahoo.com, Trip Advisor Level 6 Contributor.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Makanan Jalanan atau Makanan Restoran, Pilih Mana?

23 Februari 2017   07:45 Diperbarui: 23 Februari 2017   22:00 2250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pangsa pasar yang mau digarap sangat dipengaruhi oleh desain interior restoran. Untuk pasar professional muda, konsep café kekinian yang nyaman, biasanya lebih disukai. Sedangkan untuk pasar keluarga, konsep restoran semi formal hingga formal lebih diminati. Bahkan untuk merayu anak-anak, ada restoran yang menyediakan ruang bermain maupun paket anak-anak (kid’s menu).

OJ Cafe, salah satu Restoran (Dok Pri)
OJ Cafe, salah satu Restoran (Dok Pri)
Faktor kenyamanan pelanggan sangatlah diutamakan. Bahkan daftar menu perlu dicetak sebagus mungkin. Cara pemesanan makanan menggunakan cara unik, misal memesan dengan menekan tombol i-pad. Desain interior dibuat menarik, seperti bengkel, rumah sakit, penjara atau arena bermain (play ground).

Salah satu restoran di Kuala Lumpur, memiliki konsep yang unik, yakni restoran tanpa penerangan. Masih ada lagi restoran Thai Alley, restoran Thai dan The People's Cafe dari kelompok bisnis Ismaya, yang membuat dekorasi ala makanan jalan. Sungguh kontradiktif bukan?

Untuk membuka restoran agar diminati calon pelanggan, kaum muda harus pandai-pandai mencari suatu diferensiasi. Faktor kenyamanan lainnya diciptakan melalui kemudahan pembayaran, pelanggan restoran dapat membayar dengan menggunakan kartu kredit  atau kartu debit sebagai alat pembayaran.

Mana Lebih Baik?

Tidak ada cara penilaian yang dapat menentukan mana yang lebih baik. Karena keduanya memiliki sisi positif dan negatifnya masing-masing.

Makanan jalan memiliki kelebihan mampu meraih hati pelanggan, bahkan bila seseorang rindu dengan makanan jalan tertentu, mereka tidak segan melakukan pemesanan dan dikirim melalui kurir. Contoh paling mudah, ilabulo banyak dikirim ke luar kota Gorontalo.

Perantau asal Medan atau Semarang, bila mudik, tidak segan mereka berburu makanan jalan yang pernah mereka kenal di masa muda. Makan soto di tempat tanpa alat pendingin tak jadi soal karena makin berkeringat makin asyik dan nikmat.

Kefanatikan seseorang terhadap makanan jalan selalu lebih tinggi ketimbang kesetiaan seseorang pada sebuah makanan restoran. Sebagai contoh, bila seseorang ingin makan ayam goreng di restoran siap saji KFC, bila restoran tersebut sedang penuh, orang dengan mudah pindah ke restoran KFC di tempat yang lain.

Bedanya, seseorang yang sedang ingin makan soto Bokoran di Semarang, ia rela antre berjam-jam di tempat yang sama, menunggu mendapatkan tempat duduk atau kembali lagi keesokan harinya. Restoran pada umumnya memiliki jadwal buka yang standar, sedangkan makanan jalan lebih tergantung pada mood pedagangnya.

Kita tidak perlu menjustifikasi mana yang lebih baik, makanan  jalan atau makanan restoran, karena masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Jadi, mari kita dukung, sambil menikmati kelezatan keduanya. Kini saatnya kaum muda pegang kendali untuk mengembangkan kuliner Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun