Dari sisi teknologi pembuatan Pokemon Go yang diluncurkan tanggal 6 Juli 2016 oleh Niantic Inc sebagai aplikasi berbasis Android dan iOS ternyata bukan sukses yang diperoleh dalam semalam, seperti kisah Sangkuriang yang mampu membangun gunung dalam semalam.
Sisi Teknologi
Adalah John Hanke yang bekerja siang malam selama 20 tahun saat mengembangkan Pokémon Go. Minggu ini, aplikasi Pokémon Go telah berhasil memecahkan rekor dengan diunduh oleh lebih dari 10 juta orang, jauh melampaui sukses Twitter, Facebook, Snapchat, Instagram dan WhatsApp. John Hanke membuat Pokémon Go dalam 10 aras sejak 1996 hingga sekarang, pada aras pertama masih berupa MMO (massively multiplayer online game) yang dikenal dengan sebutan ‘Meridian 59’ dan berwujud pemetaan dunia.
Aras berikutnya pada tahun 2000, John meluncurkan ‘Keyhole’ yang dikaitkan fotografi udara dan GPS 3D. Pada tahun 2004, Keyhole dibeli oleh Google dan sekarang dikenal sebagai Google Earth. John terus fokus pada game berbasis GPS dan pada era 2004-2010 memimpin team Google Geo membangun Google Maps dan Google Street View.
Pada tahun 2010, John meluncurkan Niantic Labs sebagai perusahaan start-up yang didanai oleh Google untuk mengembangkan game berbasis peta. Dan pada tahun 2012, John berhasil menciptakan “Ingress”, sebuah game MMO berbasis peta. Pada tahun 2014, yang dianggap sebagai aras ke tujuh, Google dan Pokémon Company membuat kehebohan pada 1 April dengan lomba mencari Pokémon melalui Google Maps. Kejadian ini menjadi viral, dan menginspirasi John untuk mengembangkannya menjadi sebuah game.
Pada aras berikutnya, John memutuskan mengembangkan Pokémon Go dan bersama Google, Nintendo, Pokémon Company dan beberapa investor lain untuk meluncurkan Pokémon Go pada tahun 2016. Pada aras ke sepuluh, John berhasil meluncurkan Pokémon Go pada 6 Juli 2016 di Amerika Serikat, Australia dan New Zealand. Sebuah kisah sukses pengembangan teknologi dalam kurun waktu 20 tahun.
Sisi Pendidikan
Meski mengalami sukses besar saat peluncuran Pokemon Go, banyak muncul kritik tajam, mengenai pola manusia yang kecanduan sehingga melupakan keselamatan diri. Sebaliknya banyak pula yang menyikapi dengan lebih bijak dan menilai game ini mendukung manusia bergerak sehingga lebih sehat ketimbang game sebelumnya yang membuat para pemainnya hanya duduk manis didepan komputer selama seharian.
Pokemon Go sebagai bukti Homo Ludens. Adalah Johan Huuzinga, seorang profesor Belanda pada tahun 1938 menulis sebuah buku berjudul " Homo Ludens, a Study of Play Element in Culture". Dari buku itu muncul sebutan manunia sebagai Homo Ludens atau "makhluk bermain", senang bermain dan menciptakan permainan. Bahkan Huizinga menyebutkan "Play is older than Culture".
Tiap komunitas baik primitif sekalipun maupun modern selalu menciptakan permainan sebagai bagian budayanya. Perubahan sosial budaya dapat dilihat dari perubahan tingkat permainannya.
Semasa Anda kecil, Anda bermain gobak sodor, gatengan petak umpet, dll namun kini anak cucu Anda menikmati permainan daring (game online), Play Station, dsb. Pola permainan tradisional bercirikan kebersamaan, melibatkan teman sebaya sebagai sarana bersosialisasi yang baik. Ada interaksi dan interelasi antar manusia, namun pada permainan modern, interaksi dan interelasi itu disubstitusi dengan mesin. Kondisi ini merupakan kondisi post human.